TARAKAN – Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kalimantan Utara Andi Santiaji menegaskan izin yang diberikan kepada PT Pelni untuk menjual ayam beku, hanya bersifat sementara.
“Saya belum pernah mengeluarkan lagi rekom (rekoemndasi). Hanya saya minta untuk menghabiskan daging (ayam) beku yang sementara sudah didatangkan,” ujar Andi Santiaji ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Ahad (3/2).
Menurut Santiaji, izin tersebut hanya untuk menjawab permohonan yang diajukan PT Pelni Cabang Tarakan. Setelah habis stok, DPKP Kaltara akan meminta laporan penjualan PT Pelni Cabang Tarakan. Alasannya, karena stok bulan lalu melebihi kuota.
Santiaji belum bisa menjamin akan memberikan izin lagi kepada Pelni untuk mendatangkan ayam beku. Pemberian izin akan disesuaikan dengan jumlah kebutuhan masyarakat Kaltara, termasuk juga kesiapan peternak Kaltara dalam menyiapkan kebutuhan daging lokal.
Dikatakan, DPKP Kaltara tetap mengutamakan hasil peternak lokal, baik ayam maupun daging dan kebutuhan pokok lain. Itu dilakukan dalam rangka memberdayakan hasil usaha peternak lokal.
“Kalau kesiapan petani lebih banyak, ya pasti kita kurangi kuotanya. Petani (lokal) yang kita harus lebih utamakan,” tegasnya.
Untuk mengetahui kebutuhan masyarakat Kaltara terhadap daging, baik ayam maupun sapi, Santiaji mengaku sudah meminta masing-masing daerah untuk melaporkan kebutuhan, serta stok ternak lokal yang ada. Laporan ini diharapkan masuk setiap bulan ini agar kesiapannya juga bisa berkesinambungan.
Sementara itu, Kepala PT Pelni Cabang Tarakan Haeru Rizal, tidak memungkiri adanya izin yang didapat dari DPKP Kaltara untuk menjalankan usaha daging ayam beku ayam.
Namun, Haeru Rizal berharap izin tidak bersifat sementara. Karena usaha yang dilakukan pihaknya juga dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat. “Seharusnya berjalan terus. Ini kan buat kepentingan masyarakat Tarakan dan sekitarnya,” ujarnya.
Dia juga menyatakan bahwa penjualan ayam beku untuk mengatasi disparitas harga. Di saat harga ayam boiler atau ayam potong mencapai Rp 50 ribu per kilogram di Tarakan, pihaknya hanya menjual Rp 35 ribu per kilogram.
Di sisi lain, usaha daging beku sebenarnya bukan atas kemauan pihaknya, melainkan pengembangan usaha yang dilakukan PT Pelni Pusat, yang tersebar di seluruh Indonesia. Termasuk harga ayam yang dipatok berasal dari kebijakan pusat. Namun, Haeru Rizal bisa memaklumi. Karena menurutnya, birokrasi setiap daerah berbeda-beda. Dia mencontohkan sikap Pemkot Tarakan mendukung.
“Ini kan menggampangkan masyarakat kita menikmati daging, mempermudah mendapatkannya,” ujarnya.
Dia juga menegaskan pihaknya tidak menutup diri jika masih terdapat kekurangan dalam hal persyaratan administrasi, dan pihaknya siap untuk memenuhi. (mrs/fen)