Warga Mengantre sejak Dini Hari

- Selasa, 5 Maret 2019 | 13:36 WIB

TARAKAN — Keluhan masyarakat tak bisa lagi dibendung terkait krisis air bersih yang melanda Kota Tarakan.

Akibat ketersediaan air baku PDAM Tirta Alam yang semakin berkurang, aktivitas masyarakat terhambat karena tidak didukung ketersediaan air bersih.

Darmawati salah satunya. Ibu rumah tangga ini mengaku sudah lebih dari seminggu air PDAM tidak mengalir di rumahnya. Pekerjaan rumah pun terhambat karena harus membeli air galon untuk memasak dan minum. Sementara untuk mandi dan keperluan lainnya, menggunakan air dari sumur bor, namun harus antre dengan warga lain. 

“Amat sangat mengganggu,” keluh warga Kelurahan Gunung Lingkas ini, diwawancarai Rakyat Kaltara, kemarin (4/3).

Keluhan yang sama juga disampaikan Mega Wulandari, warga RT 03 Simpang Amal, Kelurahan Mamburungan. Dikatakan, warga RT-nya terpaksa menyedot air dari sumur bor yang ada di rumahnya, karena tidak lagi mendapat aliran air PDAM sejak beberapa hari lalu.

“Dalam satu gang itu mau lebih 100 rumah, itu airnya mati semua, jadi ambil dari rumah saya semua. Apalagi masyarakat yang tinggal di atas gunung rumahnya. Tapi sumber mata airnya itu sudah mulai kering. Tapi sumber mata airnya itu sudah mulai kering,” beber Mega, Senin (4/3).

Demi mendapatkan air sumur bor, warga harus antre sejak pukul 02.00 Wita dini hari di rumahnya. Mega mengaku awalnya enggan membagikan air dari rumahnya, namun merasa kasihan melihat tetangganya yang kehabisan air bersih. Sehingga memberikannya meski memungut biaya untuk bayar listrik, karena menyedot menggunakan pompa listrik.

Karena itu, Mega berharap ada solusi konkret dari Pemkot Tarakan untuk mengatasi persoalan krisis air ini.

“Semoga PDAM itu segera mendapat solusi yang terbaik. Jangan hanya mengandalkan air hujan. Kan sekarang zaman sudah modern, semua serba canggih. Mungkin ada opsi-opsi untuk mendatangkan air. Misalnya seperti yang dilakukan Balikpapan, pengolahan air asin menjadi air tawar, terus bisa juga penyambungan pipa, pengambilan air dari luar pulau Tarakan. Mungkin opsi-opsi itu bisa dipikirkan,” harapnya.

Warga lainnya, Steve Singgih Wibowo juga berharap, ada solusi dari pemerintah. Misalnya melakukan perawatan terhadap embung dengan mengeruknya agar bisa menampung air lebih banyak ketika hujan turun nantinya.

“Sekarang inilah saatnya merawat embung-embung. Yang dangkal-dangkal keruk sekarang. Keruk yang di Kampung Bugis, yang di Rawasari, supaya debit air kalau hujan pasti sederas-derasnya, supaya tampungan hujan lebih banyak,” ujar Steve, Senin (4/3).

Jangka panjangnya, Steve menginginkan Pemkot Tarakan berinovasi dan tidak mengandalkan embung semata. Misal memanfaatkan teknologi yang mampu mengubah air laut menjadi air tawar.

Steve memperkirakan biayanya pun tidak terlalu mahal, jika dibandingkan harus membuat embung yang membutuhkan anggaran mencapai puluhan miliar. Atau dengan membangun jaringan pipa bawah laut yang menghubungkan Tarakan dengan Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan.

“Dengan wali kota yang baru kami minta teknologi dipakai. Mungkin nanti kepala PDAM bicarakan teknologi-teknologi yang sudah ada diterapkan di Indonesia, paparkan di hadapan wali kota dan DPR,” tuturnya.

Sementara itu, Wali Kota Tarakan Khairul, setuju perlu adanya inovasi untuk mengatasi persoalan krisis air saat ini. Caranya, dengan membangun jaringan pipa dari Sekatak ke Tarakan. Solusi ini dianggap lebih baik dibandingkan membangun belasan embung. 

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB
X