Masih Mengandalkan Sapi Luar

- Minggu, 19 Mei 2019 | 13:56 WIB

TANJUNG SELOR – Untukmemenuhi kebutuhan hewan ternak, khususnya sapi, di Provinsi Kalimanta Utara (Kaltara), masih mengandalkan pasokan dari luar daerah. Hal itu diakui Kepala Bidang Peternakan, pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kaltara, Desi Toding.

Menurut Desi, sebenanrya kabupaten dan kota di Kaltara memiliki potensi untuk dijadikan tempat pengembangan ternak sapi. Namun saat ini, pengembangan peternakan sapi di Kaltara masih mengalami kendala, yakni kekurangan sumber daya manusia (SDM).

“Masyarakat yang bisa terlibat dalam pengembangan ternak sapi ini minim. Itu yang menjadi persoalan kita di Kaltara,” kata Desi Toding. 

Persolan lain mengapa masih mengandalkan ternak dari luar, khususnya sapi dan kambing, karena persaingan harga. Dikatakan Desi, meskipun membutuhkan biaya tambahan untuk pengiriman ke Kaltara, namun harga jual ternak di pasar lebih murah dibandingkan hasil peternak lokal.

“Biasanya sapi lokal dengan berat 150 kilogram (Kg) harganya 10 juta rupiah. Kalau yang dibeli dari luar daerah, seperti Sulawesi, bisa dapat 8 juta rupiah dengan ukuran sama. Meski ada ongkos kirim, tapi memang harganya masih lebih murah,” jelas Desi.

Ia menjelaskan, sulitnya peternak lokal bersaing dengan yang ada di luar daerah, karena skema peternakan di Kaltara masih bersifat tradisional. Sehingga tanpa perhitungan dan analisa yang matang dari sektor hulu hingga hilir, menyebabkan biaya produksi untuk peternakan membengkak. “Yang bikin mahal biaya kerjanya. Berbeda dengan peternakan luar daerah yang lebih tertata. Sehingga biaya untuk perawatan lebih murah,” jelasnya.

Namun diakuinya, pihaknya tetap berupaya meningkatkan produksi melalui program inseminasi buatan (IB) pada sapi. Sementara itu untuk pengadaan sapi yang diserahkan kepada kelompok peternak saat ini dihentikan, karena persoalan anggaran.

“Anggaran semakin berkurang, jadi berpengaruh terhadap pengadaan. Pengembangan sapi lebih dimaksimalkan dalam program inseminasi buatan. Implementasinya juga didukung dari peternakan di kabupaten dan kota,” jelasnya.

Selain itu, pihaknya juga terus mengupayakan munculnya peternak baru. Secara teknis, upaya itu dilakukan dengan menggandeng kelompok tani yang bergerak di ranah padi dan perkebunan rakyat.  Pemprov juga mencoba menerapkan program integrasi peternakan sapi dengan sektor perkebunan kelapa sawit. Menurutnya, ada simbiosis mutualisme atau hubungan yang saling menguntungkan antara dua kegiatan tersebut.

“Kalau ada petani sawit, sebaiknya beternak sapi. Biaya pakannya bisa kurang karena dapat memakan rumput liar di perkebunan. Petani juga tidak perlu lagi keluar tenaga dan biaya untuk membasmi rumput liar. Kotoran dari sapi juga bisa digunakan untuk mengurangi penggunaan pupuk kimia,” terang Desi. (*/fai/har)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ekonomi Bulungan Tumbuh 4,60 Persen

Kamis, 28 Maret 2024 | 13:30 WIB

2024 Konsumsi Minyak Sawit Diprediksi Meningkat

Selasa, 26 Maret 2024 | 12:21 WIB
X