TANJUNG SELOR – Perdagangan di perbatasan negara, menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Penelitian dan Pengembangan (Bappeda Litbang) Kaltara Datu Iqro Ramadhan, mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2019 tentang Perdagangan Perbatasan.
Namun, dia juga tidak menampik bahwa aturan tersebut mendapat reaksi dari masyarakat di perbatasan. Pasalnya, ada aturan yang membatasi perdagangan masyarakat di perbatasan. Sementara, masyarakat di perbatasan menganggap bahwa perdagangan lintas batas yang dilakukan sudah berlangsung sejak lama.
“Kami juga akan membahas aturan itu pada pertemuan Sosial Ekonomi Malaysia-Indonesia (Sosek Malindo) berikutnya,” ujarnya, Kamis (18/7).
Dikatakan, pada 1974 Indonesia dan Malaysia juga telah melakukan kesepakatan terkait perdagangan di perbatasan. Namun, tidak diketahui secara detail perjanjian perdagangan saat itu.
Menurutnya, aturan perdagangan perbatasan tidak boleh diperjualbelikan, baik produk yang dibeli dari Malaysia maupun sebaliknya. “Misalkan kita beli barang dari Malaysia, tidak boleh kita jual kembali di dalam negeri,” ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, barang yang dibeli pun dibatasi. Yakni, hanya boleh menghabiskan uang 600 ringgit atau kurang lebih Rp 2 juta. Karena barang yang dibeli hanya untuk kebutuhan. Bukan untuk diperdagangkan.
“Jika ada yang menjual kembali di luar perbatasan, maka harus memiliki izin ekspor impor,” ujarnya. (*/fai/fen)