TARAKAN - Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Tarakan Wiranto menanggapi keluhan warga soal penjualan buku pelajaran.
Menurut Wiranto, pengadaan buku pelajaran, terutama buku paket, sebenarnya yang wajib menyiapkan adalah sekolah melalui anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Pemerintah pusat itu sudah membantu pengadaan buku lewat dana BOS sebesar 20 persen yang setiap tahunnya itu dibeli oleh sekolah dalam pemenuhan buku. Jadi, sekolah penerima BOS wajib membelikan buku untuk anak (didik) sebesar 20 persen setahunnya. Kalau masih kurang tahun ini, tahun berikutnya," bebernya saat ditemui awak media, Rabu (24/7).
Dengan disiapkan sekolah, ia memastikan siswa tidak perlu lagi membeli buku tersebut. Hanya sifatnya meminjam saja yang nantinya dikembalikan lagi ke sekolah. Namun, tidak sembarang buku paket yang digunakan. Menurutnya, harus berasal dari penerbit yang mendapatkan izin dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Jika tidak ada, tidak boleh digunakan sebagai buku paket.
Namun, untuk buku penunjang seperti lembar kerja siswa (LKS) atau buku penunjang literatur pembelajaran lain boleh dijual sekolah melalui koperasi, tapi tidak wajib dibeli siswa. Sedangkan tenaga pendidik, tidak diperbolehkan menjual buku pelajaran.
"Guru enggak boleh menjual buku. Ini sudah melanggar aturan disiplin pegawai negeri. Yang boleh menjual buku adalah koperasi," tegasnya.
Jika ada guru yang menjual buku pelajaran, pihaknya akan memberikan teguran. Pihaknya menyayangkan apabila penjualan buku pelajaran dijadikan bisnis untuk meraup keuntungan besar, karena akan menyulitkan siswa. Karena itu, Wiranto akan berkoordinasi dengan penerbit terkait penjualan buku penunjang. (mrs/fen)
