Rumah Murah Kena Dampak Pengurangan FLPP

- Sabtu, 17 Agustus 2019 | 17:34 WIB

TARAKAN – Rumah murah yang menjadi program pemerintah pusat, menjadi harapan bagi masyarakat berpenghasilan  rendah (MBR). Namun, harapan itu terancam sirna seiring dikuranginya kuota fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) oleh pemerintah pusat.

Dari 256 ribu unit pada 2018, menjadi 168 ribu unit rumah di tahun ini untuk seluruh Indonesia. Bahkan, untuk di Kalimantan Utara kuota itu sudah habis pada tahun ini. Padahal, respons masyarakat Kaltara cukup tinggi.

“Masih ada 18 ribu untuk permintaan dari masyarakat untuk daerah wilayah Kaltara,” ujar koordinator wilayah Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Tarakan, Benget Sinaga.

Menurutnya, pemerintah pusat harus menambah kuota LFPP MBR. Jika tidak, masyarakat terpaksa memiliki rumah dengan status komersil yang berdampak pada masyarakat berpenghasilan rendah, karena harganya sudah pasti lebih mahal dari program rumah murah saat ini. 

“Kalau masyarakat mau, ya kita beralih ke non subsidi. Lebih mahal,” tuturnya. 

Mantan koordinator Apersi Tarakan, Fernando Sinaga menyebutkan Kaltara di tahun ini sebenarnya mendapatkan 1.500 LFPP MBR. Namun, karena tidak tercapai sehingga kuota tersebut dialihkan ke provinsi lain. Padahal, hitungan tercapai atau tidaknya, kata dia, mestinya dilihat di akhir tahun nanti.

Dampaknya, Kaltara kehabisan kuota. Sehingga, pihak pengembang tidak bisa berbuat banyak untuk merealisasikan keinginan masyarakat. Padahal, dia melihat stok rumah murah sudah cukup banyak dibangun, terutama di Tarakan dan Bulungan.

“Kita di bulan Juli sebenarnya sudah mulai terputus, karena kuota sudah habis. Sampai Agustus ini kita sampai nunggu,” ujarnya. 

Di sisi lain, Fernando menilai banyak pengembang di Kaltara yang posisinya sebagai pemula ikut memengaruhi kebijakan pemerintah pusat mengalihkan kuota LFPP MBR ke daerah lain. Padahal, ia cukup yakin kuota 1.500 bisa tercapai di akhir tahun. 

Tanpa ada tambahan kuota, Fernando tidak menampik rumah yang sebelumnya dikategorikan untuk MBR, bisa berubah menjadi komersil, karena tidak ada subsidi dari pemerintah pusat. Jika kondisinya sudah seperti itu, dampaknya pun akan dirasakan masyarakat, karena harus membeli rumah dengan harga mahal.

Pasalnya, pengembang lebih dulu menanggung seluruh biaya pembangunan, termasuk fasilitasnya. Dengan kondisi itu, harga per unit bisa mencapai Rp 250-an juta. Padahal, jika melalui LFPP MBR harganya berkisar Rp 153 juta. 

“Kalau bisa, kita harapkan juga untuk pemerintah pusat, terutama Menteri Keuangan meluncurkan secepatnya tambahan kuota itu. Masyarakat ini kan masih banyak yang belum memiliki rumah,” ujarnya. 

Menurutnya, pengurangan kuota ini juga akan berdampak pada program rumah DP nol persen atau tanpa DP yang digagas Pemkot Tarakan. Karena perumahan tersebut juga menggunakan fasilitas LFPP MBR. Jika dijadikan ke komersil, ia yakin masyarakat akan mengeluh.

“Termasuk juga yang DP nol persen itu, program Pak Wali (Wali Kota Tarakan Khairul). Karena itu kan masuk di MBR. Semuanya akan mengancam keseluruhannya. Targetnya Pak Wali juga susah untuk tercapai,” ujarnya. (mrs/fen)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Transaksi SPKLU Naik Lima Kali Lipat

Jumat, 19 April 2024 | 10:45 WIB

Pusat Data Tingkatkan Permintaan Kawasan Industri

Jumat, 19 April 2024 | 09:55 WIB

Suzuki Indonesia Recall 448 Unit Jimny 3-Door

Jumat, 19 April 2024 | 08:49 WIB

Libur Idulfitri Dongkrak Kinerja Kafe-Restoran

Kamis, 18 April 2024 | 10:30 WIB

Harga CPO Naik Ikut Mengerek Sawit

Kamis, 18 April 2024 | 07:55 WIB

Anggaran Subsidi BBM Terancam Bengkak

Selasa, 16 April 2024 | 18:30 WIB

Pasokan Gas Melon Ditambah 14,4 Juta Tabung

Selasa, 16 April 2024 | 17:25 WIB

Harga Emas Melonjak

Selasa, 16 April 2024 | 16:25 WIB
X