Menjadi pasukan pengibar bendera pusaka di Istana Negara, memiliki kebanggaan tersendiri. Karena harus melalui seleksi. Itu pula yang dirasakan Cut Putri Widya Utami.
MUHAMMAD RAJAB, Tarakan
PUTRA dan putri asal Kalimantan Utara yang menjalankan tugas sebagai paskibraka di Istana Negara pada 17 Agustus, tiba pada Jumat (23/8). Salah satunya adalah Cut Putri Widya Utami.
Siswi kelas XI SMA Negeri 1 Tarakan ini tergabung dalam pasukan 17. Rasa bangga terucap karena mampu mengharumkan nama daerah. Yang paling penting lagi berhasil melaksanakan tugas di hadapan Presiden Joko Widodo dan pejabat negara.
“Ya, tentunya punya rasa kebanggaan bisa bertemu langsung dengan Bapak Jokowi, bisa membanggakan orangtua, sekolah, bahkan provinsi,” ujar pelajar yang akrab disapa Cut ini saat ditemui di Bandara Juwata Tarakan.
Cut juga mengaku mendapat pesan-pesan dari Presiden Joko Widodo. Sebagai wakil daerah, diharapkan mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, serta membangun rasa nasionalisme di antara sesama pemuda.
“Karena kita semua di sana ada 34 provinsi, tentunya beda-beda etnis, suku, budaya. Jadi kita harus menjaga perbedaan, harus saling mewujudkan rasa toleransi,” ujarnya.
Terkait melaksanakan tugas sebagai paskibrakan, Cut mengaku tidak gugup, karena di bawah bimbingan pelatih berpengalaman dan telah mendapatkan arahan dari pembina. Selama sebulan, Cut dan rekan-rekannya dilatih di Cibubur, Jawa Barat.
“Kalau pesan pembina sih tentunya pasti disuruh rileks, ya disuruh tenang. Karena kalau gugup malah kita enggak bakal fokus,” ungkap pemilik tinggi 170,5 meter ini.
Cut mengaku mendapat pengalaman yang tak bisa dilupakan. Terutama soal kedisiplinan waktu. Karena setiap hari sebelum memulai latihan, ia dan rekan-rekannya harus bangun pukul 4.
“Sudah siap-siap segala macam, siap-siap salat Subuh. Habis salah Subuh itu kami pemanasan, terus habis itu sarapan susu telur sama ayam kampung. Terus persiapan mandi sama siap-siap pakai baju buat latihan. Terus sarapan lagi nasi. Habis itu kami latihan mulai jam 7 sampai jam 5 sore,” bebernya.
Selain itu, ia juga dididik untuk komitmen dengan aturan. Salah satunya tidak boleh berkomunikasi jarak jauh dengan siapa pun selama masa karantina, termasuk orangtua.
Karena pengalaman itu pula Cut punya cita-cita yang tidak jauh dari pendidikan disiplin yang dirasakannya. “Cita-cita saya sih ingin jadi dokter militer,” ungkapnya.
Bagi dara kelahiran Tarakan, 26 September 2003 ini, pendidikan kedisiplinan sudah didapatkannya sejak kecil, karena lahir di keluarga kepolisian. Cut merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Iptu Sudiono Karyo Projo yang merupakan anggota Polres Tarakan dan Rosmala Dewi yang bekerja sebagai perawat di RSUD Tarkan. Prestasi akademik Cut di sekolah juga cukup bagus.
“Cut sejak kecil mulai SD anaknya disiplin. Kebetulan kalau di kelas alhamdulillah dia dapat peringkat satu, peringkat dua,” ujar ayah Cut, Sudiono.