Banyak Dikunjungi Wisatawan Australia, Jadi Sarana Edukasi

- Senin, 26 Agustus 2019 | 12:19 WIB

Dibangun sejak era Wali Kota Tarakan Sofian Raga, dua museum sejarah: Museum Perang Dunia II dan Museum Sejarah Perminyakan punya arti penting bagi Tarakan.

MUHAMMAD RAJAB, Tarakan

MUSEUM Perang Dunia II dan Museum Sejarah Perminyakan dibangun di sekitar kompleks Islamic Center di Jalan Sei Sesayap, Kelurahan Kampung Empat, Kecamatan Tarakan Timur.

Kedua museum tersebut memiliki desain yang mirip. Dicat berwarna putih. Bangunannya mengikuti gaya arsitektur bangunan zaman dulu. Tampak depan, sejumlah tiang besar berdiri kokoh menopang bangunan.

Museum tersebut dibangun untuk mengenang sejarah yang pernah terjadi di Tarakan. Seperti diketahui, Tarakan pernah menjadi arena pertempuran tentara Jepang, Belanda dan Australia untuk bisa menguasai lading minyak bumi di masa Perang Dunia II (1939–1945). Sementara, untuk kegiatan eksploitasi minyak bumi lebih dulu dilakukan sejak 1800-an.

Untuk sejarah Perang Dunia II, sesuai namanya, di dalam museum berisikan informasi dan koleksi benda-benda peninggalan Perang Dunia II. Seperti uang zaman dulu, seragam tentara, senjata, baik senjata tajam maupun senjata api, dan masih banyak lagi.  

Sementara, di dalam Museum Sejarah Perminyakan, bisa dijumpai koleksi barang-barang yang dahulu digunakan untuk kegiatan penambangan minyak bumi. Seperti miniatur pompa angguk, alat pemadam tempo dulu yang dilengkapi dua roda, dan lain-lain.

Diperkirakan ada puluhan koleksi benda sejarah dari kedua museum tersebut, yang diperoleh dari berbagai sumber, baik individu maupun perusahaan minyak yang beroperasi di Tarakan.

Hadirnya museum menjadi salah satu destinasi unggulan Pemkot Tarakan. Sudah cukup banyak wisatawan yang berkunjung ke museum, baik lokal hingga mancanegara.

“Yang paling banyak Australia. Karena Australia punya kedekatan khusus. Dia kan pernah perang di sini (Tarakan),” ujar Kepala Unit Pelasana Teknis (UPT) Museum Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Tarakan, Titik Sudarwati, Sabtu (24/8).

Dampak positifnya cukup terasa. Di antaranya, sejak resmi dibuka untuk pengunjung pada 2018, museum-museum tersebut mampu memberikan kontribusi bagi pendapatan asli daerah (PAD) dari retirbusi masuk, meski belum maksimal sesuai target.

Tahun lalu, retribusi dari dua museum itu hampir mencapai target. Pemkot Tarakan menarik retribusi masuk Rp 2 ribu untuk anak-anak, Rp 5 ribu untuk dewasa, dan Rp 15 ribu untuk wisatawan asing.

“Tahun lalu Rp 200 juta. Tercapai sekitar 70 persen. (Tahun ini, Red) Mungkin kurang lebih segitu,” ujar Titik.

Bukan itu saja, kedua museum itu juga mampu mendatangkan bantuan dari pemerintah pusat untuk membiayai operasional museum. Sehingga, tidak lagi bergantung sepenuhnya pada APBD Tarakan.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menggelontarkan bantuan operasional (BOP) permuseuman untuk kedua museum tersebut melalui dana alokasi khusus (DAK) non fisik sebesar Rp 450 juta di 2019.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X