TARAKAN – Dinas Kesehatan (Dinkes) Tarakan mencatat kasus demam berdarah dangue (DBD) mengalami peningkatan drastis pada tahun ini. Jumlahnya, bahkan diklaim menjadi yang tertinggi dalam 10 tahun terakhir.
“Sudah di atas 500 (data Juli). Tahun ini kelihatannya tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Kalau kemarin (2018) hanya 124,” ujar Kepala Dinkes Tarakan Subono Samsudi, Jumat (30/8).
Dari jumlah penderita sebanyak itu, empat orang di antaranya, beber Subono, meninggal dunia yang didominasi anak-anak. Upaya pun sudah dilakukan. Misal, dengan fogging sistem terfokus pada daerah yang ditemukan DBD.
“Tidak seluruh wilayah di-fogging, tetapi melihat hasil penyelidikan epidemologi. Artinya, kalau ada kasus, SOP-nya kita akan menurunkan tim epidemologi untuk memastikan apakah penularan terjadi di situ atau tidak. Kalau penularan terjadi di wilayah situ, artinya PE positif, itu baru kemudian kita tindak lanjuti dengan fogging,” jelasnya.
Faktor keterbatasan anggaran menjadi kendala dalam kegiatannya. Meski demikian, pihaknya juga mencari jalan lain, agar kegiatan fogging tetap dilakukan. Salah satunya dengan menggandeng pihak terkait lain untuk melakukan fogging.
“Kita juga kerja sama dengan pihak-pihak terkait. Antara lain dengan Kantor Kesehatan Pelabuhan. Kemarin, kami juga melakukan fogging. Contohnya, ketika kasus di dekat SMP 2, kita lakukan fogging bersama,” ungkapnya.
Sebenarnya, lanjut Subono, kegiatan fogging bukan menjadi solusi efektif untuk memberantas DBD. Karena hanya mematikan nyamuk dewasa. Yang paling bagus adalah menggalakkan perilaku hidup bersih dan sehat.
“Makanya kami selalu sampaikan juga ke masyarakat, DBD itu sebenarnya obatnya bukan fogging, tetapi bagaimana kita melakukan PHBS, prilaku hidup bersih dan sehat dengan cara pemberantasan sarang nyamuk. Itu yang sebenarnya lebih mendasar,” ujarnya. (mrs/fen)
