Tolak Penyesuaian Iuran BPJS Kesehatan

- Selasa, 12 November 2019 | 13:53 WIB

TARAKAN – Tolak penyesuaian iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, serta cabut Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019, menjadi tuntutan utama yang disuarakan sejumlah mahasiswa di depan gedung DPRD Tarakan, kemarin (11/11).

Dalam orasinya, Wandi menjelaskan aksi yang dilakukan bersama rekan-rekannya merupakan bentuk kekecewaan terhadap negara yang semakin membebankan rakyat.

“Salah satunya adalah dengan menetapkan kenaikan iuran BPJS. Padahal kita tahu pendapatan rakyat Indonesia tidak sesuai dengan apa yang diinginkan,” ujarnya.

Dengan melakukan penyesuaian iuran BPJS Kesehatan di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang kurang mendukung, ia mengatakan bahwa pemerintah telah mengkhianati konstitusi. Karena Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, kata dia, menjamin kesehatan adalah tanggung jawab negara.

“Sehingga aksi kita pada hari ini (kemarin) adalah dengan tegas menyatakan sikap bahwa kita menolak kenaikan BPJS. Bahkan, kita juga tidak sepakat penerapan BPJS ini berkedok asuransi,” ujarnya.

Koordinator lapangan Aliansi Mahasiswa, Risaldi, juga sepakat bahwa penyesuaian iuran BPJS Kesehatan sangat membebankan rakyat. Karena itu, pihaknya menolak kebijakan tersebut.

“Di negara kita sangat banyak sekali problematika. Belum lagi permasalahan lapangan kerja, belum lagi susahnya bagaimana masyarakat mendapat dana untuk kehidupan sehari-harinya, ditambah lagi dengan kenaikan iuran. Maka dari itu, kami mahasiswa menolak kenaikan BPJS dan cabut Perpres Nomor 75 Tahun 2019, dan kami meminta audit keuangan BPJS diperjelas,” ujar mahasiswa UBT ini.

Sementara itu, Kepala BPJS Kesehatan Tarakan Wahyudi Putra Pujianto menyatakan bahwa dasar program BPJS Kesehatan adalah Undang-Undang 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.

Undang-Undang tersebut, kata dia, lahir justru untuk mengakomodasi kesulitan masyarakat akan biaya pengobatan di rumah sakit yang mahal. “Sebelum 2014 banyak saudara-saudara kita yang ketika dia ada penyakit, katakanlah harus amputasi atau harus operasi dan sebagainya, ketika sampai ke rumah sakit, begitu diberitahukan harus tindakan dan sebagainya yang tentunya biayanya juga mahal, mereka mundur. Sehingga, sering kita dapatkan masyarakat datang dengan kondisi yang sudah tidak bisa ditolong lagi,” bebernya saat pertemuan dengan mahasiswa dan anggota DPRD Tarakan.

Ketika program Jaminan Kesehatan Nasional dan Kartu Indonesia Sehat (JKN – KIS) bergulir sejak 2014, kata dia, terjadi lonjakan kunjungan masyarakat ke fasilitas-fasilitas kesehatan di seluruh Indonesia. Salah satu faktornya karena sudah membayar iuran.

Realita tersebut, menurutnya, menunjukkan bahwa kehadiran JKN–KIS sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, karena sudah ada kepastian berapa yang harus dikeluarkan untuk biaya kesehatannya, dan ketika itu iuran masih terjangkau. Tidak hanya orang mampu, orang-orang tidak mampu pun banyak mengakses layanan kesehatan ke rumah sakit melalui JKN–KIS.

Adapun defisit yang dialami BPJS Kesehatan yang menjadi faktor dilakukan penyesuaian iuran, menurut Wahyudi, memang sudah diperkirakan sejak awal. Karena iurannya yang terjangkau, tidak sebanding dengan biaya kesehatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan.

“Ketika rapat di pusat itu sudah jelas ketika di DPR RI bahwa tahun 2020 diperkirakan defisitnya sekian, sudah diperkirakan. Kok bisa? Karena memang iurannya itu tidak maksimal dengan biaya pelayanan yang dikeluarkan. Rp 160 ribu dibanding Rp 700 ribu yang satu bulannya, itu mungkin kalau cuci darah bisa 4 kali,” bebernya.

Data iuran yang diterima dan klaim biaya kesehatan yang dikeluarkan BPJS Kesehatan di Kaltara per Juli 2019, menurutnya, jauh sekali selisihnya. Iuran yang diterima sekitar Rp 115 miliar, lebih sedikit dari klaim fasilitas kesehatan mencapai Rp 203 miliar.

Wahyudi juga membantah keuangan BPJS Kesehatan tanpa audit. Sejak 2014, pihaknya diawasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Kantor Audit Publik dari internal BPJS Kesehatan, serta Ombudsman Republik Indonesia.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X