TARAKAN – Kalimantan Utara menjadikan Kota Tarakan sebagai barometer inflasi, dengan mencatat hasil memuaskan. Inflasi Tarakan tahun kalender 2019 hanya 1,47 persen.
Namun, angka tersebut menurun drastis jika dibandingkan tahun kalender 2018 yang mencapai 5 persen. Bahkan, pencapaian tahun ini menjadi yang terendah sejak 2012.
“Jika dibandingkan beberapa tahun sebelumnya dari 2012-2019, ini merupakan angka yang terendah,” ucap Kepala Seksi Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik (BPS) Tarakan, Dika Taranita.
Menurutnya, pencapaian itu disebabkan harga-harga barang di tahun ini relatif terkendali. Pemerintah daerah dinilainya berhasil menjaga stabilitas harga.
Meski demikian, untuk inflasi Desember 2019, BPS mencatat kenaikan 1,09 persen. Apabila dibandingkan tiga bulan sebelumnya yang masih di bawah satu persen. Dikarenakan beberapa komoditas mengalami kenaikan harga, dampak permintaan yang meningkat saat Natal dan Tahun Baru.
Komoditas yang dominan di antaranya angkutan udara yang menyumbang paling besar 0,62 persen, diikuti seng plat dengan 0,39 persen yang disebabkan harganya memang naik dari distributor di Surabaya. Selain itu, bawang merah dengan 0,107 persen, daging ayam ras 0,104 persen, dan telur ayam ras 0,032.
BPS Tarakan mewanti-wanti terjadinya kenaikan inflasi di awal tahun ini. Seiring adanya kebijakan pemerintah pusat memberlakukan penyesuaian beberapa hal. Seperti penyesuaian tarif BPJS Kesehatan maupun kenaikan cukai rokok.
“Pasti bakal berpengaruh terhadap angka inflasi. Untuk besarannya berapa, nanti kita lihat pada Februari ini,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Bank Indonesia Perwakilan Kalimantan Utara, Hendik Sudaryanto mewaspadai perkiraan kenaikan inflasi di tahun ini. “Resiko kenaikan tetap ada. Sehingga kami perkirakan akan terjadi peningkatan inflasi, tetapi tidak tinggi. Wajar ada harga barang yang ditetapkan itu meningkat, otomatis berdampak pada yang lain juga,” tutupnya. (mrs/uno)