TARAKAN – Permasalahan nelayan yang kesulitan mendapatkan bahan bakar minyak (BBM) di Agen Penyalur Minyak dan Solar (APMS) maupun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), belum juga mendapatkan solusi konkret.
Pasalnya, ujar Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kaltara, Muhammad Nur Hasan, kebijakan pemerintah agar SPBU di Tarakan hanya melayani nelayan yang membawa surat rekomendasi saat membeli BBM, dianggap tidak efektif. Karena pembelian BBM di daratan, dinilai masih bisa disalahgunakan oknum yang mengatasnamakan nelayan, untuk menjual kembali BBM yang telah dibeli.
Untuk itu, pihaknya mengusulkan agar Pemkot Tarakan membuat 2 hingga 3 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN) di laut. Tidak disatukan dengan pelayanan APMS atau SPBU di darat. Karena SPBN yang berada di laut, dianggap sangat efektif untuk memastikan BBM yang dijual diterima oleh nelayan. “Kalau di darat kan, tidak bisa dipertanggungjawabkan. Karena nelayan yang membeli di darat tidak membawa kapal. Bisa saja ada oknum yang hari ini mengaku nelayan, nanti surat rekomendasinya dijual ke orang lain. Kan susah juga,” jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Tarakan, Sofyan Udin Hianggio menyatakan, pihaknya cukup prihatin dengan kondisi yang menimpa para nelayan. Sesuai hasil rapat internal DPRD Tarakan belum lama ini, pihaknya sudah menginstruksikan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Tarakan agar tidak memberikan nelayan untuk membuat rekomendasi di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Tarakan. “Tapi jawaban KSOP juga tidak harus rekomendasi dibuat. Kalau KSOP, enggak perlu sih sebenarnya rekomendasi dari mereka. Apalagi kebutuhannya buat speedboat dan petembak (nelayan),” singkatnya.
Terpisah, anggota Komisi III DPRD Tarakan, Rusli Jabba, berharap SPBN yang beroperasi di laut bisa dikembalikan untuk nelayan. Apalagi sebelumnya SPBN tersebut memang telah disiapkan di daerah pesisir pantai dan laut untuk memudahkan nelayan.
“Kalau dulu enak, nelayan bisa melaut sekaligus mengisi BBM. Kalau sekarang harus kerja dua kali, mereka (nelayan) harus antre BBM dulu baru melaut. Belum lagi antrean panjang karena mereka harus membawa jerikennya untuk mengisi BBM,” ujarnya. (*/sas/udi)