TANJUNG SELOR – Hingga awal 2020, Pemprov Kaltara masih menunggu revisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sebab sebelum adanya revisi undang-undang tersebut, pemprov masih kesulitan menarik pajak alat berat di Kaltara, karena banyak perusahaan kabur tanpa membayar pajak.
Diungkapkan Plt Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kaltara, Imam Pratikno, salah satu persoalan yang mengakibatkan sejumlah perusahaan enggan membayar pajak alat berat, karena adanya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) di tahun 2017 lalu.
Dalam putusan itu, pajak alat berat menjadi pengecualian dalam penarikan pajak di daerah. MK juga menghapus aturan yang masih menyamakan alat-alat berat sebagai kendaraan bermotor. Meskipun ada keputusan MK yang menyatakan penghapusan pajak alat berat, namun Pemprov Kaltara masih melakukan penarikan pajak.
“MK memberikan tenggang waktu 3 tahun, sejak keputusan itu diterbitkan untuk merevisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009. Pajak tetap dikenakan selama regulasi yang baru belum diterbitkan,” jelasnya.
Bila revisi undang-undang tersebut belum juga diterbitkan, maka jika dihitung sejak MK mengeluarkan keputusan, Pemprov Kaltara masih bisa menarik pajak alat berat hingga Oktober tahun ini.
“Tenggang waktu yang diberikan hingga Oktober 2020 ini, membuat BPPRD harus mengejar target pajak. Terlebih lagi, di tahun 2019 pajak kendaraan bermotor (PKB) belum mencapai 100 persen, dari target Rp 78.720.000.000. penarikan pajak PKB hanya Rp 77.464.579.461 dan masih kurang Rp 1.255.420.584. Salah satu kendalanya, pajak alat berat,” ujarnya.
BPPRD Kaltara masih menunggu regulasi yang baru. Apakah nantinya ada regulasi baru atau memang harus menggunakan keputusan MK. Jika menggunakan keputusan MK, maka tidak bisa lagi menjadikan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 sebagai acuan penarikan pajak alat berat.
Sejauh ini, masih ada beberapa perusahaan yang menghindari pajak. Meski menunggu, pihaknya berupaya meningkatkan pendapatan daerah dengan menarik pajak alat berat. “Tidak semua perusahaan. Rata-rata perusahaan yang tidak memiliki kantor di Kaltara,” ungkapnya.
Ia menambahkan, jika nantinya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) merevisi Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, akan berimbas kepada Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) di daerah. “Kita belum tahu seperti apa nantinya. Jika revisi itu dilakukan dan tidak ada pajak alat berat, maka imbasnya ke PAD kita. Karena, tidak dihitung mobil alat berat,” kata dia. Ia menambahkan, BPPRD Kaltara harus berinovasi untuk meningkatkan PAD jika tidak ada pajak alat berat.
“Kita tidak tahu nanti potensinya di mana. Apakah bisa dijadikan retribusi, itu akan kita carikan solusinya,” tandasnya. (*/fai/udi)