Harga Udang Windu Terjun Bebas

- Kamis, 20 Februari 2020 | 09:53 WIB
DIKELUHKAN PETAMBAK: Udang windu menjadi salah satu komoditi ekspor Kalimantan Utara. Saat ini petambak di Kaltara mengeluh anjloknya harga udang.
DIKELUHKAN PETAMBAK: Udang windu menjadi salah satu komoditi ekspor Kalimantan Utara. Saat ini petambak di Kaltara mengeluh anjloknya harga udang.

TARAKAN – Nasib para petani semakin tak menentu akibat harga udang black tiger atau udang windu yang semakin anjlok. Herman, salah seorang petambak yang mengeluhkan penurunan itu.

Bahkan ia mengklaim harga udang pada bulan ini yang paling anjlok, selama terjadi penurunan harga udang. Seingat Herman, bulan ini saja sudah dua kali terjadi penurunan harga udang. Pada 5 Februari lalu dan disusul pada 18 Februari yang akan berlaku pada 20 atau 21 Februari.

“Wah ini paling anjlok sudah ini. Dari tahun ke tahun itu ini paling parah,” keluh Herman, saat dikonfirmasi Harian Rakyat Kaltara. Herman semakin dibuat heran karena informasi yang diperolehnya, bahwa coolstorage di Balikpapan memberlakukan harga beli udang windu yang masih relatif tinggi.

“Saya dengar info di Balikpapan itu mereka harganya masih berlaku tinggi. Cuma enggak ada investigasikan, jadi susah kita,” ungkapnya.   

Penurunan harga udang windu di Tarakan bulan ini saja terjadi atau pada saat mewabahnya virus corona di awal tahun ini. Seingatnya, tahun lalu juga sudah beberapa kali terjadi penurunan harga udang.

“Sebenarnya yang terjadi itu masalah apa. Kalau bilang alasan corona kan, teman-teman sudah jawab. Jika corona itu baru terjadi 2020 ini. Penurunan ini sudah berlangsung berapa kurun waktu, dua tiga tahun lalu  sudah turun terus,” tuturnya.

Dengan anjloknya harga udang, Herman mengaku sangat berdampak pada petambak. Sepengetahuan Herman, paling  banyak 70 persen hasil budidaya petambak bisa dipanen, karena faktor sakit.

Di sisi lain, biaya operasional tambak juga cukup besar.  Untuk bibit, dengan naiknya harga bibit Rp 45 per ekor. Sudah harus merogoh kocek petambak Rp 4,5 juta, untuk 100 ribu ekor bibit. Dengan catatan ditanggung terlebih dulu oleh bos pembelian.

Itu belum ditambah biaya transportasi atau uang speedboat, biaya konsumsi penjaga tambak, dan la-lain. Sehingga diperkirakannya pengeluaran dalam satu kali masa panen mencapai Rp 10 juta.   

Jika hasil panen petambak hanya mendapatkan 100 kilogram dengan size 50, hanya menghasilkan Rp 5,4 juta saja. Tidak cukup untuk menutupi biaya pengeluaran.

“Kita panen cuma 100 kilogram, dengan harga segitu bang, itu hitungannya baki bang. Misalkan Rp 5,4 juta, kita bicara harga tabel ya, 100 kilogram cuma Rp 5,4 juta. Kita ini pengeluaran Rp 10 juta,” bebernya.

Herman mengaku hasil panennya hanya cukup untuk menutupi pengeluaran. Karena biaya operasional tambak yang sangat besar.

Sepengentahuannya, petambak sudah meminta ke DPRD Tarakan untuk diagendakan hearing bersama pihak terkait membahas persoalan ini. Namun hingga sekarang belum ada tindak lanjutnya.

Herman menginginkan DPRD nanti tidak hanya mempertemukan para petambak dengan pihak terkait. Tapi juga melaksanakan tugasnya sebagai anggota dewan dengan membantuk pansus.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X