TARAKAN – Harga udang black tiger atau udang windu semakin anjlok. Bank Indonesia (BI) Perwakilan Kalimantan Utara mencoba menganalisa penyebab anjloknya harga udang windu Kaltara.
Hasilnya, diduga Jepang sebagai salah satu negara tujuan ekspor, mengalihkan permintaan ke udang Vaname. “Indikasi awal Jepang melakukan shifting konsumsi udang black tiger Kaltara menjadi udang Vaname dari negara-negara pemasok lainnya. Sehingga terdapat koreksi harga secara perlahan sejak Agustus 2019 hingga sekarang (Februari 2020),” ujar Kepala BI Perwakilan Kalimantan Utara, Yufrizal, (24/2).
Menurutnya, berdasarkan sumber dari Bank Dunia, harga udang di dunia sebenarnya relatif terjaga, terlepas wabah virus corona (COVID-19). Pangsa ekspor udang Kaltara di tahun 2019, 75 persen ke Jepang, 14 persen ke USA, 6 persen ke Taiwan, serta sisanya ke Hongkong dan Tiongkok.
Namun, terdapat beberapa negara seperti Pakistan, Saudi Arabia, dan India, yang semula menjadi konsumen beralih menjadi produsen. Sehingga menambah pasokan udang di pasar. Negara-negara tersebut merupakan produsen udang Vaname.
Wabah virus corona (COVID-19) menambah efek bagi anjloknya harga udang windu. Menurut Yufrizal, karena produsen udang Vaname di dunia, mengalihkan ekspor dari Tiongkok ke Jepang akibat terganggunya pedagangan, dampak virus tersebut.
“Adanya produksi udang Vaname utamanya di India, Arab Saudi, dan Pakistan. Selama ini melakukan ekspor ke Tiongkok, beralih ke negara lain (utamanya Jepang) akibat terganggunya perdagangan dari dan ke Tiongkok sebagai efek COVID-19,” ungkapnya.
Pergeseran itu membuat Jepang melakukan shifting atau pengalihan konsumsi dari udang black tiger Kaltara menjadi udang Vaname dari negara-negara pemasok lainnya. Sehingga terdapat koreksi harga secara perlahan sejak Agustus 2019 hingga sekarang (Februari 2020).
Atas penyebab-penyebab tersebut, Yufrizal pun memberi saran kepada pemerintah daerah sebagai upaya mencarikan solusi atas persoalan yang dihadapi petambak.
“Peran pemda utamanya melakukan fasilitasi, antara petambak dan perusahaan. Termasuk membantu mendorong akses petambak kepada permodalan, agar para petambak individu tidak terikat oleh pos medium (tengkulak),” bebernya.
Penurunan harga, menurut Yufrizal, berdampak terhadap penurunan penghasilan petambak. Terutama terhadap petambak yang memiliki sedikit tambak dan memiliki hutang yang harus dibayarkan secara periodik.
Yufrizal menyarankan kepada petambak untuk melakukan upaya-upaya dalam mengatasi persoalan tersebut. Di antaranya mengubah target budidaya dari pola target waktu pembudidayaan menjadi target size.
“Salah satu yang dilakukan sebagai alternatif dalam mensiasati turunnya harga udang, dengan mengubah target pembudidayaan. Yang semula menargetkan waktu pembudidayaan selama 3 bulan menjadi target size dengan ukuran tertentu yang masih profitable,” sarannya.
Kepada petambak untuk melakukan seleksi yang ketat terhadap bibit udang, salah satunya bibit sudah didederkan lebih dari 10 hari. Sementara dampak bagi perusahaan, ia menilai relatif terjaga. Karena harga tidak serta merta drop dan dari liaison ke salah satu perusahaan udang. Diperkirakan penjualan optimis terjaga ditopang dengan adanya Olimpiade Jepang 2020, yang akan meningkatkan permintaan.
Adapun dampak terhadap makro ekonomi Kaltara, diperkirakan Yufrizal relatif terjaga dengan adanya sumbangsih Kinerja produksi dan ekspor CPO yang terus membaik sejak akhir tahun 2019 (naiknya harga CPO secara global).