PROKAL.CO,
TARAKAN – Tagihan listrik yang “membengkak” bagi pelanggaan pasca bayar di tengah pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19), masih dirasakan warga Tarakan. Bahkan, persoalan tersebut mengundang keprihatinan sejumlah pihak.
Ketua Aliansi Garuda Akbar Syarif mempertanyakan dasar dari kebijakan PLN dalam menghitung tarif dasar listrik. “PLN dasar hukumnya apa dari Kepmen SDM, atau yang lainnya. Bila itu tidak bisa dipertanggungjawabkan, kami minta Ombudsman sebagai perlindungan konsumen untuk menindaklanjuti. Apakah ini masuk pungli atau tidak,” tegas Akbar.
Akbar merasa heran dengan tagihan listrik yang harus dibayar masyarakat, di tengah penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Dari data yang diperoleh, ada yang kenaikannya mencapai 150 persen dari tagihan normal.
Seperti tagihan musala Aljabaria yang pada Mei mencapai Rp 1.446.588 dan naik pada Juni mencapai Rp 1.534.716. Padahal, dua bulan itu justru sedang diterapkan PSBB. Termasuk di dalamnya membatasi kegiataan keagamaan di masjid untuk sementara waktu ditiadakan. Sementara pada April hanya mencapai Rp 557.718.
“Dengan berlakunya PSBB di Tarakan ini sudah menutup semua akses kegiatan, dan secara logika tidak ada kegiatan tidak ada pemakaian. Ini pemakaiannya naik, dihitungnya dari mana? Apakah hitungan PLN yang rata-rata tiga bulan terakhir ini disatukan? Kalau disatukan cocok saja,” bebernya.
Pihaknya pun akan mempertanyakan saat hearing dengan PLN Tarakan pada Rabu nanti (17/6). “Mudah-mudahan ada hasil yang baik untuk kita semua. Artinya, kalau memang benar pemakaian, rasionalkan sama kami. Kalau hanya perhitungan yang tidak mempunyai dasar hukum, jangan diteruskan dan kami akan persoalkan ke jalur hukum,” tegasnya.