Merkuri Ancam Kesehatan Penambang Emas

- Sabtu, 20 Juni 2020 | 17:38 WIB

TANJUNG SELOR – Tambang emas ilegal di Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan kerap menjadi target operasi Kepolisian Resor (Polres) Bulungan. Beberapa kali ungkapan kasus pertambangan ilegal tersebut, salah satu dari banyak barang bukti yang disita polisi adalah merkuri. 

Diberitakan sebelumnya, Kapolres Bulungan Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Teguh Triwantoro menegaskan bahwasanya paparan merkuri ke tubuh manusia bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan yang serius seperti gangguan fungsi saraf, paru-paru, hati, ginjal, dan jantung. 

Perihal tersebut, Kepala Seksi (Kasi) Limbah Bahan Berbahya dan Beracun (B3) Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Kaltara, Jurham mengatakan, penggunaan logam berat tersebut di tambang emas akan mulai dirasakan dampaknya pada manusia dalam kurun waktu lima sampai tujuh tahun. 

“Penambang sama sekali tidak menyadari kalau penyebaran merkuri tersebut akan masuk  melalui pori-pori di tangan. Bisa juga melalui penguapan sifatnya secara akumulasi. Dan jangka waktu merkuri dalam tubuh manusia secara teori lima sampai tujuh tahun, sesudah itu baru muncul gejala dampak," tutur Jurham, Jumat (19/6).

Penggunaan merkuri atau air raksa oleh penambang untuk memisahkan bijih emas dari bebatuan sampai dengan proses pemurniannya, sangat beresiko tinggi bagi si penambang, juga terhadap lingkungan hidup. Ia mencontohkan, penyakit Minamata atau Sindrom Minamata atau sindrom kelainan fungsi saraf yang disebabkan oleh keracunan akut air raksa di Jepang, yang dikenal dengan tragedi Minamata. 

“Contoh kasus seperti di Jepang, salah satu perusahaan produksi baterai, limbah pabriknya dibuang ke laut terus dimakan oleh biota laut seperti ikan. Selanjutnya ikan tersebut dikonsumsi oleh manusia secara tidak langsung ada penyebaran merkuri antara ikan kepada manusia. Kasus lain, misalkan seorang ibu terkena merkuri bisa berdampak pada anaknya yang disusui,” ujarnya. 

DLH Kaltara menyarankan masyarakat tidak sekadar mencari keuntungan ekonomi dari pertambangan emas. Namun, menjaga kesehatan sekaligus menghidari pencemaran lingkungan akibat penggunaan logam berat yang membahayakan ekosistem adalah hal yang sangat penting.  

“Alternatif pengganti pengganti merkuri, bisa sianida. Karena efek resikonya tidak terlalu berbahaya seperti merkuri,” ujarnya. 

Jajaran DLH Kaltara berencana mensosialisasikan bahaya penggunaan merkuri ke masyarakat. Ia mengatakan, DLH akan bertindak sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan. Dan di Tanah Air, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2017 Pengesahan Minamata Convention On Mercury (Konvensi Minamata Mengenai Merkuri). Tujuannya, melindungi kesehatan manusia dan keselamatan lingkungan hidup dari emisi dan pelepasan merkuri serta senyawa merkuri yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. 

Selain itu, terdapat Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Dalam konsiderannya termuat bahwanya merkuri merupakan bahan berbahaya dan beracun yang tahan urai dan dapat terakumulasi dalam makhluk hidup, sehingga diperlukan pengaturan penggunaannya agar tidak memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup. 

Selain itu, merkuri banyak digunakan dalam usaha dan/atau kegiatan pertambangan emas skala kecil, manufaktur, energi, dan kesehatan, yang berpotensi memberikan dampak serius terhadap kesehatan dan lingkungan hidup sehingga memerlukan langkah pengurangan dan penghapusan merkuri. (*/mts/mua)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X