Menjaga Netralitas ASN di Pilkada 2020

- Jumat, 26 Juni 2020 | 17:40 WIB
Sugeng Susilo ASN  Provinsi Kalimantan Utara
Sugeng Susilo ASN Provinsi Kalimantan Utara

SUDAH berlalu hiruk pikuk konstestasi pemilihan Capres dan Cawapres yang sangat menyita perhatian publik di negara kita tercinta ini. 

Mulai saling serang antar kubu pasangan calon, dengan mengatasnamakan kepentingan rakyat di media sosial. Diskusi hangat di kedai-kedai kopi, debat “recehan” di bilik-bilik kantor dengan cara sembunyi-sembunyi. Sampai dengan terang-terangan mendeklarasikan diri mendukung salah satu pasangan calon yang menurut mereka sangat potensial, mempunyai peluang untuk menang. 

Ini merupakan sesuatu hal yang lumrah dalam dunia demokrasi. Tidak harus kita fahami sebuah “perang saudara”, dalam mengusung siapa yang terbaik memimpin negara ini. Dalam negara demokrasi saling serang pendapat, silang argument merupakan tindakan yang diperbolehkan. Dalam menjaga hak berpendapat yang merupakan dijamin oleh konstitusi. 

Tanggal 9 Desember 2020 sebagian masyarakat Indonesia, akan menghadapi pemilihan kepala daerah, baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Tidak dipungkiri bisa jadi akan terjadi gesekan-gesekan, antara pendukung dan simpatisan. Begitu pula pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Aparatur Sipil Negara (ASN) bisa jadi muncul di “permukaan” menjelang proses dan progres pilkada berlangsung. 

Oleh karena itu, terlepas siapa, latar belakang dan partai apa yang mengusungnya jikalau memenangi konstestasi pilkada. Maka masyarakat harus legowo (ikhlas) mendukungnya, sesuai dengan penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) masing-masing daerah. 

Salah satu pilar demokrasi adalah pemilu dan masyarakat berhak ikut andil dalam mendukung, meramaikan dan memilih paslon sesuai dengan hati nuraninya. Tetapi, dalam tataran praktisnya tidak semua elemen masyarakat dapat menggunakan hak politiknya. Dengan mendukung salah satu pasangan calon dengan gamblang dan terang-terangan. Karena mereka terikat oleh regulasi yang bertujuan untuk menjaga netralitas. 

ASN biasa masyarakat menyebutnya PNS dan PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak), merupakan pegawai pemerintah yang terikat oleh aturan-aturan yang melekat pada diri seorang PNS dan PPPK. Sehingga harus tunduk dan patuh akan regulasi yang mengaturnya. Oleh karena itu, muncullah asas Netralitas di Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN. Karena salah satu fungsi dari ASN adalah sebagai pelayan publik dan pemersatu bangsa.

Permasalahan netralitas ASN seperti tidak pernah selesai. Berbagai macam aturan telah dibuat oleh pemerintah, untuk membatasi ruang gerak pegawai negeri sipil dalam kegiatan politik praktis. Guna menjaga profesionalitas dan netralitas. Namun permasalahan pelanggaran netralitas oleh oknum ASN masih saja terjadi ketika pemilu maupun pilkada berlangsung. 

Tugas dan fungsi dari ASN salah satunya memberikan pelayanan publik secara jujur, profesional, adil dan merata dalam menjalankan roda pembangunan dan pemerintahan. Oleh karena itu, sikap ASN harus netral dari pengaruh dan kepentingan golongan serta tidak diskrimintaif. 

Jika ASN tidak netral, maka akan berdampak yang bisa menguntungkan salah satu pihak. Bisa jadi pelayanan publik akan condong kepada calon yang didukungnya.

Terkait dengan kampanye salah satu paslon, ASN tidak dilarang menghadiri kampaye, untuk mendengarkan visi dan misinya salah satu calon. Itu hanya sebatas mendengarkan saja, tidak serta merta menunjukkan dukungan terhadap paslon tertentu atau menunjukkan simbol-simbol dukungan tertentu. 

Mengenai apa yang harus dihindari oleh ASN dalam menjaga netralitasnya? Perlu adanya pedoman, agar ASN tidak “tersesat langkah” yang berujung sanksi yang harus diterima dalam menyongsong Pilkada 2020. Salah satunya, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, yang menyebutkan bahwa, “Dalam hal etika terhadap diri sendiri, PNS wajib menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan“. 

Kalau kita fahami dari PP, sedikitnya ada 7 pedoman yang harus dihindari oleh ASN. Pertama, melakukan pendekatan kepada partai politik (Parpol) terkait rencana pengusulan dirinya atau orang lain sebagai bakal calon. Kedua, memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya atau orang lain. 

Ketiga, mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon. Keempat, menghadiri deklarasi bakal pasangan calon, dengan atau tanpa atribut. Kelima, mengunggah foto atau menanggapi (like, share, komentar dan sejenisnya) semua hal yang terkait dengan pasangan calon di media online dan media sosial. 

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB
X