TARAKAN – Masyarakat yang ingin menikah, terutama kaum wanita, wajib usia minimal 19 tahun. Jika belum mencapai usai tersebut, akan ditolak.
Ketentuan itu sesuai Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2019, tentang Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
“Undang-Undang Perkawinan Nomor 1/74 di revisi, khusus usia nikahnya, yang perempuan sekarang jadi 19 tahun. Sebelumnya, usia 16 tahun diperbolehkan menikah. Sedangkan untuk laki-laki minimal 19 tahun juga,” terang Kepala Kantor Kementerian Agama Tarakan, HM Shaberah, Sabtu (12/9) lalu.
Shaberah menegaskan, masyarakat yang ingin menikah di bawah usia 19 tahun akan ditolak. Kalau pun memaksa, harus mendapatkan izin atau dispensasi dari Pengadilan Agama melalui sidang.
“Rata-rata Pengadilan Agama juga tidak berani melanggar undang-undang karena usia di bawah 19 tahun memang dilarang,” tegasnya.
Kantor Kementerian Agama Tarakan tahun ini memprogramkan turun ke empat kecamatan, untuk sosialisasi tentang Undang-Undang Perkawinan yang baru.
Berkaitan dengan pernikahan usia dini, Kantor Kemenag juga telah melakukan rapat koordinasi (rakor) tentang cegah kawin anak. Kegiatan ini melibatkan stakeholder terkait, seperti Pengadilan Agama dan Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana, penyuluh agama, aparatur kelurahan dan kecamatan serta KUA sebagai peserta.
Shaberah menilai, tren pernikahan usia dini meningkat di seluruh Indonesia. Adanya rakor tersebut dimaksudkan untuk menekan angka pernikahan dini di Tarakan.
“Intinya bagaimana supaya di Tarakan ini nanti pernikahan usia dini bisa ditekan. Angka perceraian cukup tinggi juga di Tarakan,” tuturnya.
Dari sisi agama, menurut Shaberah, tidak memperbolehkan menikah di usia dini. Landasan pernikahan di dalam agama harus di atas baliqh. (mrs/uno)