Dewan Dinilai Anti Kritik

- Selasa, 13 Oktober 2020 | 22:17 WIB
SIDANG RAKYAT: Ketua DPRD Tarakan Al Rhazali (pegang mic) mengklarifikasi pernyataan sikap anti kritik yang disampaikan mahasiswa, Senin (12/10).
SIDANG RAKYAT: Ketua DPRD Tarakan Al Rhazali (pegang mic) mengklarifikasi pernyataan sikap anti kritik yang disampaikan mahasiswa, Senin (12/10).

TARAKAN - Tak hanya ratusan buruh yang menuntut penolakan UU Cipta Kerja, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Peduli Aspirasi Rakyat (Gempar) Tarakan turun ke jalan, Senin (12/10). 

Sambil membawa keranda yang menandakan telah matinya hati nurani anggota DPR RI, mahasiswa memblokade Jalan Jenderal Sudirman. 

Mahasiswa juga memaksa sidang parlemen di jalan raya kepada Wali Kota Tarakan, Khairul dan seluruh anggota DPRD Tarakan. Mahasiswa juga mengajak seluruh anggota DPRD Tarakan kembali mengucap sumpah jabatan saat dilantik.

Salah seorang koordinator aksi, Muhammad Khairul menyatakan, ada empat tuntutan yang disuarakan. Pertama, meminta Pemkot dan DPRD Kota Tarakan menolak Omnibus Law. Kedua, mengutuk keras tindakan DPRD Tarakan yang anti kritik. Ketiga, mengutuk keras tindakan represif kepolisian terhadap mahasiswa dan wartawan pada aksi 7 Oktober lalu. 

Keempat, menagih komitmen Kapolres Kota Tarakan AKBP Fillol Praja Arthadira untuk tidak melakukan tindakan represif ketika aksi yang digelar mahasiswa.

“Kami meminta Kapolres Tarakan bertanggungjawab atas rekan kami yang mengalami luka di bagian kepala,” katanya, Senin (12/10).

Ia mengaku segala tuntutan sudah dijawab dan difasilitasi oleh DPRD Tarakan. Sumpah yang diucapkan seluruh DPRD Tarakan bertujuan agar selaras dengan kinerja. 

“Supaya pekerjaan mereka harus pro terhadap rakyat. Tadi juga sudah disaksikan sama Wali Kota dan masyarakat Tarakan,” tegasnya.

Korlap aliansi Gempar Tarakan, Taufik Hidayat mengatakan, UU Cipta Kerja tidak memilik urgensi untuk disahkan di tengah pandemi Covid-19. Sejatinya, masyarakat Indonesia memang butuh regulasi di bidang investasi dan ekonomi. Akan tetapi harus bisa memberikan kepastian bagi dunia usaha dan pekerja mendapatkan keuntungan yang sama demi kesejahteraan rakyat. 

“Dalam UU ini berpotensi mengebiri hak-hak dan kepentingan kaum pekerja dan rakyat kecil,” jelasnya.

Ia menilai, UU Cipta Kerja cacat substansi dan prosedural. Pasalnya, banyak pembahasan isu krusial yang kurang transparan dan minim partisipasi. Bahkan tidak banyak elemen masyarakat dan pekerja yang dilibatkan untuk menjaga ekosistem ekonomi dan keseimbangan antara pengusaha, pemerintah, serta pekerja yang sehat.

“Apapun konsekuensi yang dihadapi rakyat Tarakan bersama Pemkot dan DPRD Tarakan, kami akan terus mengawal tuntutan ini hingga tuntas,” tuturnya.

Ketua DPRD Tarakan Al Rhazali mengklaim sudah memfasilitasi setiap undangan serta izin dari peserta aksi di kantor DPRD Tarakan. Dalam pertemuan, biasanya ada mekanisme dan akan dirapatkan ke badan musyawarah DPRD Tarakan sebelum diagendakan. 

“Mungkin pembelajaran juga bagi kita. Mungkin mahasiswa saat datang tanpa surat, itu yang membuat merasa terabaikan. Mungkin miskomunikasi saja. Nanti kalau ada yang perlu didiskusikan akan kita bicarakan. Kalau dibilang anti kritik nanti kita perbaiki,” katanya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Ini Dia Delapan Aksi Konvergensi Tekan Stunting

Kamis, 25 April 2024 | 12:30 WIB

Dewan Negara Malaysia Kagum Perkembangan Krayan

Kamis, 25 April 2024 | 09:30 WIB

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB
X