TARAKAN - Eksepsi terdakwa kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Hendro Setiawan, dibacakan penasihat hukumnya, Nunung Tri Sulistyawati, dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Tarakan, Jumat (13/11) lalu. Dalam eksepsinya, Nunung menyebut dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya sangat prematur.
Sebab, dugaan TPPU yang didakwakan JPU berkaitan dengan perkara narkotika yang menjerat kliennya. Sementara perkara narkotika tersebut belum berkekuatan hukum tetap. Selain itu, waktu dan tempat terjadinya TPPU, juga tidak dicantumkan.
“Perkara narkotika masih kasasi di MA (Mahkamah Agung) dan dalam dakwaan harus dicantumkan waktu dan tempat terjadinya delik atau tempus et locus delicti,” ujarnya saat dikonfirmasi, Sabtu (14/11).
Menurutnya, JPU tidak cermat dengan menempatkan Undang-Undang Narkotika digunakan dalam perkara yang sifatnya berbeda. Terkecuali, JPU menggabungkan dalam satu surat dakwaan yang disusun berbentuk kumulatif, dugaan TPPU tersebut dengan tindak pidana narkotika.
Dalam dakwaan JPU, lanjut Nunung, hanya menyebut kisaran waktu antara tahun 2012 sampai dengan tahun 2019. Dakwaan ini jadi hal yang rancu tentang waktu dugaan TPPU. Selain itu, tempat kejadian perkara disebutkan di wilayah hukum Pengadilan Negeri Tarakan. Tetapi waktu transaksi atas rekening bank, tidak seluruhnya terjadi dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Tarakan.
“Kami keberatan dengan pengajuan perkara dugaan TPPU yang dipecah dengan pidana narkotika. Padahal di dalam Undang-Undang (UU) TPPU, sepatutnya perkara ini diajukan bersama-sama dengan tindak pidana narkotika. Apalagi JPU memang beranggapan TPPU berkaitan dengan tindak pidana narkotika,” tegasnya.
Selain itu, rincian transaksi dalam dakwaan JPU, kata Nunung, hanya berupa salinan rekening koran sebagai produk perbankan. Namun, JPU dianggap tidak menguraikan bagaimana dan apa peran terdakwa dalam tuduhan dugaan TPPU.
“Kami meminta Majelis Hakim mengabulkan eksepsi kami dan menyarankan surat dakwaan JPU dalam perkara Hendro ini tidak sah, cacat hukum, dan dinyatakan batal demi hukum,” pungkasnya.
Untuk diketahui, Hendro sebelumnya tersangkut perkara 2,4 kilogram sabu-sabu dengan lima orang rekannya. Khusus Hendro, BNNP menjerat lagi dengan perkara TPPU. Hendro didakwa pasal 3 UU RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU, pasal 4 UU RI Nomor 8 Tahun 2010, pasal 137 huruf a UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Kemudian, pasal 137 huruf d UU Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika. (*/sas/udi)