Main Sabu, Oknum Polisi Divonis 16 Tahun Penjara

- Kamis, 3 Desember 2020 | 22:34 WIB
DIVONIS 16 TAHUN: Oknum polisi Maluku, Mario Attihuta tampak tegar usai mendengar putusan dari Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tarakan, Rabu(2/12).
DIVONIS 16 TAHUN: Oknum polisi Maluku, Mario Attihuta tampak tegar usai mendengar putusan dari Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Tarakan, Rabu(2/12).

TARAKAN – Majelis hakim memutuskan terdakwa kasus narkotika jenis sabu, yang merupakan oknum polisi Maluku, Mario Attihuta dengan vonis 16 tahun penjara. Putusan tersebut dibacakan saat digelar persidangan di Pengadilan Negeri Tarakan, Rabu (2/12).

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum menuntut Mario 18 tahun penjara. Ketua Pengadilan Negeri Tarakan, Agung Ariwibowo sebagai Ketua Majelis Hakim membacakan langsung amar putusannya.

“Terbukti secara sah melakukan tindak pidana menguasai narkotika yang beratnya diatas 5 gram. Menjatuhkan pidana penjara selama 16 tahun dan denda Rp 1 miliar dengan ketentuan. Apabila, tidak dibayar maka harus diganti dengan pidana penjara selama 3 bulan,” kata Ketua Majelis Hakim dipersidangan.

Usai putusan dibacakan, Mario yang mendengarkan amar putusannya melalui sidang virtual langsung menyatakan banding. Sementara Jaksa Penuntut Umum Muhammad Junaidi, memilih waktu pikir-pikir sebelum menyatakan sikap.

Penasehat Hukum Terdakwa, Rabshody Roestam menjelaskan, tidak sependapat dengan pertimbangan vonis 16 tahun penjara dari Majelis Hakim. Meski menghargai vonis yang dijatuhkan kepada kliennya, menurut dia, putusan yang dibacakan tidak memiliki landasan hukum yang kuat.

Selain karena majelis hakim tidak mengupas pasal 132 ayat 1 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang narkotika. Majelis hakim juga dianggap tidak menjelaskan alasan penerapan pasal tersebut dalam putusan.

“Menyatakan itu kewenangan jaksa, pasal mana yang diterapkan. Tapi, karena tidak sesuai dengan pasal yang diterapkan, kami mengajukan keberatan dan tidak dikupas. Di persidangan kami langsung nyatakan banding,” tegasnya.

Menurutnya, Majelis Hakim terlalu emosional membacakan putusannya. Sehingga menyinggung profesi advokat sebagai bagian dari hak terdakwa di persidangan. Pertimbangan Majelis Hakim yang seharusnya memuat perbuatan yang dilakukan terdakwa, hingga duduk di kursi pesakitan. Menurutnya pertimbangan tersebut menyudutkan advokat.

“Kami tersinggung dalam amar putusan Majelis Hakim, malah menyebutkan Advokat. Khususnya kami yang menangani perkara ini membabi buta. Perkara ini jelas, dalam pembelaan juga kami sampaikan didasarkan alasan-alasan hukum. Pertimbangan Majelis Hakim ini yang nyeleneh kami anggap. Yang disidangkan ini terdakwa, bukan kami sebagai advokat,” keluhnya.

Terpisah, Humas Pengadilan Negeri Tarakan Melcky Johny Ottoh membenarkan adanya keberatan yang diajukan Penasehat Hukum. “Iya vonisnya 16 tahun. Dalam hal ini, Penasehat Hukum mengajukan banding. Karena ketidaksesuaian antara perbuatan terdakwa dengan amar putusan menyudutkan Penasehat Hukum, jadi mengajukan keberatan juga,” singkatnya. (*/sas/uno)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X