Setuju Hukuman Tindakan Kebiri

- Jumat, 8 Januari 2021 | 15:25 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

TARAKAN - Pengamat hukum setuju atas terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual Terhadap Anak.

Diketahui, regulasi tersebut merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan PP Pengganti UU (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Pengamat Hukum, Aris Irawan mengaku setuju atas terbitnya PP Nomor 70 Tahun 2020 tersebut. Hal ini tidak menjadi perlindungan bagi korban, namun juga menjadi dasar hukum tetap untuk hukuman bagi para pelaku tindak pidana perlindungan anak.

“Berdasarkan Pasal 2 dalam PP tersebut, diatur tindakan kebiri kimia bagi pelaku predator seksual. Tindakan kimia yang dimaksud yakni, pemasangan alat pendeteksi elektronik, dan rehabilitasi dikenakan terhadap pelaku persetubuhan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” terangnya, Kamis (7/1)

Ayat (2) juga dijelaskan bahwa tindakan pemasangan alat pendeteksi elektronik dan rehabilitasi, juga dikenakan terhadap pelaku perbuatan cabul berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Untuk pelaksanaan atau eksekutor dari hukuman tersebut adalah jaksa. Nantinya, jaksa akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Sosial.

Menurutnya, selama ini hukuman yang diterima pelaku tidak sebanding dengan kondisi atau kenyataan yang dialami oleh korban. Ditambah lagi dengan hukuman penjara yang tak sebanding. Apalagi kejahatan seksual dalam ilmu kriminologi tidak bisa hilang begitu saja dengan penghukuman pidana dipenjara.

“Korban kejahatan seksual itu menanggung derita trauma seumur hidup yang tidak bisa dibayar dengan apapun. Sehingga adanya PP kebiri saya rasa ada tepatnya juga. Sehingga kebiri salah satu jalan keluar, agar pelaku tidak mengulangi pidananya," bebernya.

Sementara itu, Kapolres Tarakan AKBP Fillol Praja Arthadira melalui Kasat Reskrim Iptu Muhammad Aldi mengatakan, di tahun 2019 dan 2020 kasus yang menyangkut perlindungan anak sangat menjadi atensi. Berdasarkan data yang dimiliki pihaknya, untuk tahun 2019 lalu terdapat 24 perkara perlindungan anak dan di tahun 2020 lalu terdapat 25 perkara.

Dalam penanganan perkara perlindungan anak, lanjut Aldi, selama ini pihaknya masih menerapkan Pasal 81 ayat (2) juncto Pasal 76 D Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Tap Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 7 tahun.

“Dalam menangani perkara perlindungan anak ini, kita ada teknik tertentu dalam penanganannya,” katanya.

Ia memastikan, setiap pemeriksaan terhadap anak, pastinya akan melibatkan orangtua, wali atau pihak keluarga dari anak. Bahkan pihak kepolisian juga memastikan penanganan perkara anak harus membuat anak tidak trauma.

"Kita juga melibatkan psikolog untuk ikut dalam penanganan perkaranya. Selain itu memberikan pendampingan dari pihak terkait, agar korban tidak begitu trauma,” harapnya. (sas/mua)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X