Awasi Modus Penyelundupan Ikan

- Senin, 11 Januari 2021 | 17:20 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

TARAKAN - Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Tarakan mewaspadai modus penyelundupan ikan dari Malaysia. Biasanya hal ini dilakukan saat nelayan usai menjual komoditi perikanan ke Malaysia.

Kepala BKIPM Tarakan, Umar menyatakan, usai pengiriman ikan dari Kaltara ke Malaysia, nelayan biasanya kembali membawa ikan pelagis. Seperti ikan tuna, cakalang, tongkol, ikan layang, teri, kembung, dan lainnya dari Malaysia. Meski pengawasan masuknya ikan dari negara tetangga ini sudah diperketat. Namun, para nelayan memanfaatkan waktu malam hari dengan jalur tikus.

“Biasanya nelayan mempertimbangkan, daripada pulang kembali tidak membawa apa-apa. Sedangkan ikan pelagis ini sangat dibutuhkan di pasar Kaltara,” katanya, Sabtu (9/1) lalu.

Menurutnya, komoditi yang dibawa dari Malaysia sulit diatur karena terkendala regulasi. Berdasarkan bisnis dan regulasi, pihaknya sulit untuk membatasi ikan yang dibawa dari Malaysia.

“Kenapa ikan bagus dikirim ke Malaysia dan ikan tidak bagus dibawa pulang? Itu bisnis dan tidak bisa pemerintah mengintervensi. Sekarang kalau ikan tidak dikirim, siapa yang membeli barang itu. Mau tidak masyarakat kita beli ?,” ucapnya.

Jika masyarakat bisa menjamin untuk membeli komoditi ekspor ini dengan harga yang sama dengan nilai ekspor. Maka, otomatis komoditi ini akan dikonsumsi masyarakat di Indonesia. Harga yang mahal jika di ekspor, membuat para pelaku usaha kemudian tergiur untuk melakukan ekspor.

Sementara di wilayah perairan Kaltara, jenis ikan pelagis ini kurang. Ikan yang banyak ditemukan jenis ikan dasar, seperti ikan kerapu, kakap, ikan putih dan lainnya.

“Sebenarnya, bukan ikan rucah juga. Tapi masyarakat terbiasa mengonsumsi ikan pelagis itu juga, jenis ikan laying dan ikan kembung,” ungkapnya.

Umar mengaku, ikan pelagis ini didatangkan dari Toli-Toli dan Berau. Namun tidak mencukupi kebutuhan di Kaltara. Sehingga harus didatangkan dari Tawau, Malaysia. Selain dari sisi jumlah kebutuhan, dari sisi harga juga lebih murah jika didatangkan dari Tawau, Malaysia.

“Kalau didatangkan dari Toli-toli, harganya Rp 20 ribu per kilogram. Di Tawau malah lebih murah bisa Rp15 ribu hingga Rp 10 ribu per kilogram. Jaraknya lebih dekat dari Tawau, daripada harus mendatangkan dari Toli-toli yang membutuhkan waktu 3-4 hari, dan itupun tidak mencukupi,” tuturnya.

Di pasar tradisional di Tarakan, kata Umar, hampir semuanya ada ikan pelagis yang didatangkan dari Tawau, Malaysia. Inilah yang diperkirakan akan menjadi masalah kedepannya, jika tetap masih berlindung di kebutuhan perbatasan. “Sedangkan sekarang bukan lagi dibutuhkan perbatasan. Tetapi, dibutuhkan hampir di seluruh masyarakat di Kaltara,” ujarnya.

Ia mencontohkan, sama halnya dengan harga udang windu yang dikirim ke Uni Eropa dan ke Jepang dijual dengan harga tinggi. “Kalau mau dijual ke dalam negeri, tidak mungkin daya beli masyarakat mau membeli dengan harga kalau di ekspor. Kemudian, terkait devisa, mau tidak mau kita harus ekspor,” ujarnya.

Soal alat tangkap, di Malaysia mengizinkan alat tangkap yang sebenarnya dilarang di Indonesia. Ditambah lagi kebutuhan ikan pelagis ini sangat besar di Kaltara. Jika sebelumnya hanya dibutuhkan di Sebatik, Nunukan hingga ke wilayah perkotaan di Nunukan, sekarang sudah sampai ke Kabupaten Bulungan. (sas/uno)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X