TANJUNG SELOR – Pengguna jalan menyampaikan beragam tanggapannya atas pengalihan arus lalu lintas jalan trans Kalimantan, dari awalnya diakses melalui jembatan Jelarai, kini harus diakses melalui jalur alternatif yaitu di Jalan Meranti ke Jalan Bulu Perindu, tembus di jalan trans Kalimantan ruas Gunung Seriang.
Alfian (18) misalnya, mengakui jarak jalur alternatif itu cukup jauh, karena perlu memutar untuk bisa sampajt di Tanjung Selor.
“Kemarin (lusa, red) saya ke rumah keluarga di kilometer 2 lewat Jalan Meranti. Setibanya di rumah, saya batuk- batuk. Padahal dobel dua masker. Tebalnya debu di jalan membuat baju dan celana berubah warnanya menjadi kecoklatan,” ujarnya, Jumat (5/1).
Ia meminta Pemkab maupun aparat lain rutin melakukan penyiraman jalan agar tidak berdebu. Sebab menurutnya selain mengancam kesehatan pengguna jalan dan masyarakat sekitar, juga mengakibatkan kerawanan kecelakaan karena terbatasnya jarak pandang pada kondisi tertentu.
Terkait imbauan batas maksimal 20 sampai 30 kilometer per jam di jalan alternatif itu, menurutnya dilematis. "Semua orang seperti berlomba-lomba segera terhindar dari jalur yang penuh debu," ujarnua.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, aparat kepolisian siaga berjaga di dua posko yakni di Jalan Meranti dan samping PLTU. Ketika kendaraan truk besar melintas, semua kecepatan kendaraan yang lain ikut memperlambat lajunya. Hal itu membuat arus lalu lintas menjadi padat.
Andi Ila warga yang kerap melintas di jalur tersebut berharap pengendara roda empat memperlambat laju kendaraannya. "Karena kasian roda dua, bersantap debu. Kalaupun pake masker tetap tembus. Saya rasa pengalihan jalur itu harusnya diaspal terlebih dahulu," harapnya. (mts/mua)