TANJUNG SELOR – Bocornya kolam penampungan limbah milik PT Kayan Putra Utama Coal (KPUC), diduga mengakibatkan sungai yang berada di Kecamatan Malinau Selatan tercemar. Pencemaran tersebut terjadi pada Minggu (7/2) lalu.
Desa yang terimpas dari pencemaran limbah tersebut seperti Desa Loreh, Langap, Gongsolok, Batu Kajang Setarap, Setulang, dan Setabun Lindung Keminci. Local Campaign Lembaga Advokasi Lingkungan Hidup Kalimantan Utara (LALINGKA), Andri meminta pemerintah mencabut izin lingkungan milik PT KPUC.
Lalingka akan mengumpulkan fakta-fakta secara detail. Nantinya, fakta tersebut sebagai bahan untuk melakukan pelaporan ke Pemprov Kaltara dan Kementerian terkait. Menurutnya, ini merupakan potret perusahaan tambang, tidak mengantisipasi pencemaran lingkungan. Sehingga mencemari sungai di beberapa desa di Kabupaten Malinau.
Selain meminta pencabutan izin lingkungan, Lalingka pun meminta Pemprov Kaltara untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) milik PT KPUC. “Pemerintah harus mencabut izin lingkungan KPUC. Karena diduga, telah melakukan pencemaran sungai yang berulang kali. Sehingga perusahaan tambang yang ada di Kaltara bisa berkaca dari efek jera yang diberikan,” terangnya, Selasa (9/2).
Dikonfirmasi terpisah Kepala Dinas ESDM Kaltara, Ferdy Manurun Tanduklangi mengaku telah mengetahui hal itu. Namun, mengenai kewenangan mencabut izin, bukan menjadi ranah Dinas ESDM. Pasalnya, Pemerintah Pusat telah mengeluarkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba.
“Kami tidak punya kewenangan. Saat ini yang memiliki kewenangan adalah Pemerintah Pusat,” ujarnya.
Dengan dicabutnya kewenangan Pemprov Kaltara, maka sulit untuk menertibkan perusahaan yang ada. Daerah hanya melakukan pengawasan, namun kewenangan perizinan ditarik ke pusat. “Kami tidak berani menyalahi kewenangan. Kami harapkan Pemerintah Pusat paham dan tahu kondisi sebenarnya. Jangan hanya buat aturan, tapi tidak memahami esensi dari otonomi daerah,” jelasnya.
Sampai saat ini, lanjut dia, belum menerima laporan dari Lalingka. Bahkan belum mendapatkan informasi secara resmi. Jika sudah mendapatkan informasi dan laporan resmi, maka segera ditindaklanjuti ke pusat.
“Memang itu bukan kejadian yang pertama kali. Kita menunggu Pemerintah Pusat turun dan melihat langsung,” kata dia. Hingga berita ini ditulis, pihak perusahaan belum memberikan konfirmasi. Upaya konfirmasi yang dilakukan beberapa kali belum mendapat respons dari pihak perusahaan. (fai/uno)