Cari Jalan untuk Perbaikan Harga Ekspor Udang

- Minggu, 21 Februari 2021 | 20:49 WIB
Ilustrasi
Ilustrasi

TARAKAN – Kaltara menjadi produsen utama udang di wilayah Kalimantan.

Dikatakan Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Kaltara Yufrizal, sejak tahun 2018, nominal ekspor udang di Kaltara mencapai USD 87 juta atau 80 persen dari total ekspor 3 komoditas perikanan di Kaltara. Sementara di tahun 2019, ekspor komoditas udang mengalami kenaikan signifikan. Mencapai 88 persen atau setara USD 93 juta.

Dijelaskan Yufrizal, total produksi udang segar, beku, dan olahan dari Kaltara di tahun 2019, sebesar 9.900 ton atau 57,56 persen dari total produksi udang di seluruh Kalimantan. "Mayoritas produksi udang di wilayah Kaltara ini, udang black tiger atau udang windu. Dengan pangsa pasar utama ke Jepang yang mencapai 75 persen,” ujarnya, Sabtu (20/2).

Namun saat ini, perkembangan harga udang segar secara global, mengalami penurunan serta perlambatan pertumbuhan, terutama pada periode April hingga Juni 2020. Penurunan ini diperkirakan dampak dari menurunnya permintaan akibat pandemi Covid-19, dan terus memengaruhi pergerakan harga ekspor udang hingga saat ini.

"Selain itu, produksinya juga turut mengalami kontraksi pada triwulan II 2020. Seiring harga udang anjlok, memang jadi permasalahan bagi penambak di Kaltara. Hal ini karena rantai distribusi yang belum efektif dan efisien, serta tingkat produktivitas yang belum maksimal," jelasnya.

Meski begitu, pihaknya terus berupaya untuk turut serta membantu penyelesaian permasalahan harga udang. Salah satunya, dengan mendorong para pelaku tambak udang untuk dapat meningkatkan angka produksi mereka. Selain untuk membuka akses menjual hasil produksi, juga agar dalam pengiriman bisa langsung kepada perusahaan pengekspor udang.

“Kita coba bekerja sama dengan Pemkot Tarakan, berupa membangun pilot project di Kota Tarakan. Diharapkan bisa memperbaiki pola budi daya udang. Dengan penggunaan pupuk serta lactobacillus guna memperbaiki kualitas tanah," bebernya.

Yufrizal menegaskan, kualitas tanah yang baik dapat menurunkan tingkat mortalitas udang yang relatif tinggi, karena rendahnya kualitas tanah pada tambak eksisting. Tingkat toksisitas pada tanah akibat penggunaan lahan tambak yang terus-menerus tanpa adanya proses pengolahan, diduga menjadi salah satu dampak tingginya tingkat mortalitas udang saat ini.

"Kalau produktivitas penambak sudah meningkat, bisa menjual langsung kepada perusahaan pengekspor. Maka kita harapkan dapat memperbaiki nilai jual udang," ucapnya.

Terpisah, Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kaltara, Muhammad Nur Hasan mengatakan, selama pandemi ini pengiriman udang memang tetap berjalan. "Sebenarnya, selama pandemi Covid-19 tidak memberikan pengaruhi signifikan pada pengiriman udang ke sejumlah negara. Tidak ada kendala, cuma dari sisi harga diharapkan ada peningkatan," jelasnya.

Ia mengaku, harga saat ini masih mengacu dengan dolar yang juga terdampak pandemi Covid-19, sehingga tidak mungkin harga dinaikkan. "Kalau negara tujuan ekspor udang ini, kebanyakan ke Jepang sisanya ke Amerika, Eropa, dan beberapa negara lain. Tapi dari harga memang mengacu dolar," bebernya. (sas/udi)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB

Di Berau Beli Pertalite Kini Pakai QR Code

Sabtu, 20 April 2024 | 15:45 WIB

Kutai Timur Pasok Pisang Rebus ke Jepang

Sabtu, 20 April 2024 | 15:15 WIB

Pengusaha Kuliner Dilema, Harga Bapok Makin Naik

Sabtu, 20 April 2024 | 15:00 WIB
X