Barang Bukti Kapal Lintas Batas Negara Dikembalikan

- Kamis, 25 Februari 2021 | 21:43 WIB
KASUS TIPIKOR: Kasi Pidsus Kejari Nunukan Ricky Rangkuti (tengah) didampingi Kasi Intel Bonar Satrio Wicaksono (kanan) menyerahkan kapal barbuk kasus korupsi, kepada Kadishub Nunukan Abdul Halid, (24/2).
KASUS TIPIKOR: Kasi Pidsus Kejari Nunukan Ricky Rangkuti (tengah) didampingi Kasi Intel Bonar Satrio Wicaksono (kanan) menyerahkan kapal barbuk kasus korupsi, kepada Kadishub Nunukan Abdul Halid, (24/2).

NUNUKAN – Kapal Lintas Batas Negara (Tasbara), yang menjadi barang bukti tindak pidana korupsi (Tipikor) dengan kerugian negara sekitar Rp 723.554.545, dikembalikan Kejaksaan Negeri (Kejari) Nunukan kepada pemerintah daerah, (24/2).

Pengembalian kapal, bertujuan mengakomodir kebutuhan sembako dan lalu lintas orang bagi masyarakat Perbatasan RI–Malaysia. Pengembalian kapal atas dasar Surat perintah Kajari Nunukan Nomor : Print-20/O.4.16/Ft.2/01/2021 tanggal 7 Februari 2021. Dalam perkara tipikor atas nama terdakwa Drs Petrus Kanisius HB M.Si. Rincian barang bukti yang dikembalikan, masing masing berupa 1 buah kapal Tasbara yang terbuat dari fiber dengan panjang 18 meter, lebar 3,50 meter dan tinggi 1,60 meter. Lalu, 3 unit mesin penggerak 3 x 250 HP Merk Suzuki, 40 kursi penumpang, 1 unit kelengkapan navigasi, 1 unit genset Paguro 4000 KVA dan 2 unit conditioner (AC merk Sharp 1 PK).

“Barang bukti itu tak diperlukan lagi untuk kepentingan penuntutan. Sehingga kita kembalikan ke pemerintah daerah, dalam hal ini Dinas Perhubungan Nunukan,” terang Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Nunukan, Ricky Rangkuti.

Dijelaskan, mantan Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Nunukan, Petrus Kanisius, menjadi terdakwa tunggal dalam kasus korupsi pengadaan kapal Tasbara, yang dianggarkan Rp 3.985.525.500 dari bantuan keuangan Badan Nasional Penanggulangan Perbatasan (BNPP) tahun 2015 silam.

Petrus selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kuasa Penguasa Anggaran (KPA) pengadaan Tasbara untuk transportasi Sebatik–Tawau Malaysia ini, didakwa menyalahi aturan. Dengan mengganti spek kapal tidak sesuai kontrak kerja. Selain itu, kapal Tasbara yang direncanakan sebagai alat transportasi internasional penyeberangan Sebatik–Tawau, Malaysia tersebut, gagal dipergunakan. Lantaran otoritas Malaysia menolak kapal berbahan fiber.

“Perbuatan Petrus mengakibatkan kerugian negara sekitar Rp 723.554.545,” sebutnya.

Pada persidangan di pengadilan Tipikor Samarinda, JPU (Jaksa Penuntut Umum) menuntut Petrus dengan 7 tahun pidana penjara dikurangi terdakwa selama dalam tahanan dan pidana denda sebesar Rp 300 Juta. Apabila tidak dibayar, diganti kurungan badan selama 6 bulan.

Selain dituntut pidana penjara dan denda, JPU dalam tuntutannya meminta terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara akibat perbuatan korupsi sebesar Rp 723.554.545. Apabila tidak dibayar diganti dengan pidana penjara 1 tahun 6 bulan.

Akan tetapi, dalam Petikan putusan MA pasal 226 Juncto Pasal 257 KUHAP Nomor 3942 K/Pid.Sus/2020, ketentuan membayar kerugian Negara akibat perbuatan korupsi sebesar Rp 723.554.545, tidak lagi dicantumkan.

Pada petikan putusan MA, dalam point Mengadili, tertulis, memperbaiki putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi Kalimantan timur Nomor ; 8/PID.TPK/2020/PT SMR tanggal 28 Mei 2020, yang menguatkan putusan pengadilan Tipikor pada PN Samarinda Nomor 27/Pid.Sus – TPK/2019/PN Smr tanggal 4 Februari 2020, mengenai peniadaan pidana tambahan pembayaran uang pengganti yang dijatuhkan pada terdakwa.

“Sehingga pidana yang yang dijatuhkan kepada terdakwa menjadi pidana penjara selama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan dan pidana denda sebesar Rp 300 juta. Dengan ketentuan, apabila pidana denda tak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan,” jelas Ricky. (*/lik/*/viq/uno)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X