6 Poin Tuntutan Mahasiswa

- Selasa, 4 Mei 2021 | 21:08 WIB
AKSI DAMAI: Mahasiswa yang tergabung dalam Parlemen Jalanan mengajukan enam poin tuntutan saat menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Kaltara, Senin (3/5).
AKSI DAMAI: Mahasiswa yang tergabung dalam Parlemen Jalanan mengajukan enam poin tuntutan saat menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Kaltara, Senin (3/5).

TANJUNG SELOR – Aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Parlemen Jalanan, menggelar aksi damai di depan Kantor Gubernur Kaltara, di Jalan Agatish Tanjung Selor, Senin (3/5). 

Gabungan mahasiswa tersebut dari Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tanjung Selor,Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Bulungan, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unikaltar, BEM STIT Al-Anshar dan Pusaka Literasi Kaltara. Ada 6 poin tuntutan yang diutarakan mahasiswa untuk Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kaltara. 

Sekaligus, mahasiswa ingin bertatap muka kepada Gubernur Kaltara Zainal Arifin Paliwang. Namun, keinginan tersebut tidak terwujud. Dikarenakan orang nomor satu di Kaltara itu berada di luar Tanjung Selor. Sehingga, untuk bertemu mahasiswa hanya diwakili dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kaltara.

Koordinator Lapangan (Korlap) Zulfikar merasa kecewa dengan pelayanan birokrasi pemerintahan Kaltara. Padahal, surat masuk dari massa aksi sudah diterima Pemprov Kaltara sejak lima hari lalu. Sebelum, digelarnya aksi damai. 

“Tujuan utama kami ketemu gubernur Kaltara, untuk sampaikan tuntutan. Mengenai sistem pendidikan dan persoalan buruh di Kaltara, yang perlu disikapi oleh pemerintah selaku pemangku kebijakan,” ucap Zulfikar. 

Meski diguyur hujan, masa tidak menyulutkan semangat untuk menyuarakan aspirasi dan bentuk kritik kepada pemerintah daerah. Zulfikar menuturkan, persoalan upah dan kesejahteraan buruh salah satunya tenaga pendidik di Kaltara belum sepenuhnya merata. Sehingga, perlu inovasi pemerintah daerah yang tepat sasaran selaras dengan visi dan misi pasca pencalonan. 

Enam poin yang menjadi tuntutan mahasiswa, mencakup cabut Omnibus Law Cipta Kerja, perlakuan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) dan cabut pemberlakuan Upah Minimum Provinsi (UMP). Tuntutan yang lain, mendesak pemerintah untuk tegas kepada perusahaan terkait penertiban Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan). Lalu, desak pemerintah tegas terhadap perusahaan terkait penyaluran THR (Tunjangan Hari Raya), dengan tidak boleh molor dari batas waktu yang ditentukan dan tidak boleh cicil. 

Termasuk tuntutan, untuk mendirikan Pengadilan Hak Industri (PHI) dan memperjelas legalitas Tenaga Kerja Asing (TKA) di Kaltara. Di sektor pendidikan, dengan wujudkan pendidikan gratis di Kaltara, berkomitmen mensejahterakan tenaga pendidik di Kaltara. Kemudian, cabut PP nomor 57 tahun 2021tentang standar pendidikan nasional, meningkatkan perguruan tinggi di ibu kota Kaltara. Tuntutan terakhir, desak pemerintah Kaltara wujudkan transparansi alokasi anggaran pendidikan dan memfokuskan pengajaran muatan lokal untuk meningkatkan kearifan lokal. 

Menanggapi tuntutan mahasiswa dalam aksi damai tersebut, Disdikbud Kaltara menilai ada beberapa item yang bukan menjadi ranah dan kebijakan pihaknya. Namun, tuntutan berkaitan dengan pendidikan, khususnya revisi PP Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Pendidikan Nasional, akan ditindaklanjuti. 

“Itu sejatinya kewenangan Pemerintah Pusat. Aspirasi ini kita terima dan disampaikan ke kementerian,” ujar PLH Dinas Pendidikan Kaltara TeguhHendri Susanto. 

Menurutnya, pasal itu berubah nilai tentang mata pelajaran Pancasila yang dimasukkan ke kurikulum. Berkaitan dengan tuntutan untuk pembentukan universitas negeri di ibu kota Kaltara, akan dilakukan kajian terlebih dahulu. 

“Jika didirikan universitas negeri, bagaimana dengan Universitas Kaltara. Apa bisa Universitas Kaltara kita negerikan. Ini yang akan kita kaji terlebih dahulu dan dibahas bersama,” ungkap Teguh. 

Mengenai kesejahteraan tenaga pendidik, Disdikbud mengklaim sudah sejahtera. Termasuk sistem pendidikan di Kaltara sudah diberlakukan gratis. “Khususnya SMA/SMK, semuanya tanpa dipungut biaya sepeserpun. Karena adanya BOS (Bantuan Operasional Sekolah) nasional dan daerah. Termasuk BOP (Bantuan Operasional Pendidikan). Sudah semua tercukupi dan disalurkan,” urai Teguh. 

Kesejahteraan guru pun sudah terjamin. Bahkan, guru yang sudah sertifikasi memiliki gaji yang menjanjikan. “Guru-guru kita sudah terlalu tinggi tunjangannya. Untuk guru pertama itu gajinya Rp 5 juta yang masuk golongan III A dan III B. Lalu, golongan guru muda II C dan III D sekitar Rp 6 juta. Guru madya sudah Rp 6,7 juta tanpa dipotong pajak,” sebutnya. Terhadap tenaga pengajar di tingkat kabupaten dan kota, diberikan insentif tambahan sebesar Rp 500 ribu per bulan. (*/mts/uno)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Lagi, 7,68 Hektare Lahan di Binusan Diduga Dibakar

Minggu, 17 Maret 2024 | 14:50 WIB
X