Indonesia Darurat Merokok

- Selasa, 1 Juni 2021 | 19:48 WIB
TANPA TEMBAKAU: Wali Kota Tarakan Khairul (tengah) dan Koordinator Penyakit Paru Kronik Ditjen P2PTM Kementerian Kesehatan dr Aries Hamzah MKM (kanan) jadi narasumber dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Gedung Wanita Tarakan, Senin (31/5).
TANPA TEMBAKAU: Wali Kota Tarakan Khairul (tengah) dan Koordinator Penyakit Paru Kronik Ditjen P2PTM Kementerian Kesehatan dr Aries Hamzah MKM (kanan) jadi narasumber dalam peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Gedung Wanita Tarakan, Senin (31/5).

TARAKAN – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kaltara kampanyekan gerakan “Berani Berhenti Merokok Apapun”, saat peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) Tahun 2021, Senin (31/5).

Kampanye tersebut karena Indonesia darurat merokok. Data Ditjen P2PTM Kemenkes menghimpun, prevalensi atau peningkatan perokok di Indonesia sangat tinggi. Dimana Indonesia menempati urutan ketiga negara, dengan prevalensi tertinggi di dunia setelah Tiongkok dan India.

Padahal, cukai rokok sudah dinaikkan dan peredarannya dibatasi. Produksi rokok pada 2016 mencapai 342 miliar per tahun atau 937 juta batang per hari (Kemenkeu, 2016).

“Indonesia sebagai negara ketiga, bukan karena kebaikan tapi justru keburukannya, yaitu perokok,” ujar Koordinator Penyakit Paru Kronik Ditjen P2PTM Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr Aries Hamzah MKM dalam paparannya.

Yang disayangkan, dalam periode lima tahun, prevalensi kategori perokok muda atau anak-anak meningkat 1,9 persen menjadi 9,1 persen (2018) dari 7,2 persen (2013). Konsumsi rokok elektronik bagi usia 10-18 tahun meningkat drastis dari 1,2 persen (2016) menjadi 10,9 persen (2018).

Selama kurun waktu tahun 2007-2018, perokok pemula (10-14 th) meningkat 240 persen (dari 9,6 persen menjadi 23,1 persen). Usia 15-19 meningkat 140 persen (dari 36,3 persen menjadi 52,1 persen). Walau prevalensi perokok menurun dari tahun 2013-2018. Namun jumlah absolutnya meningkat dari 64,9 juta menjadi 65,7 juta.

Fakta dan dampaknya, merokok menjadi salah satu faktor risiko penyakit tidak menular yang sulit disembuhkan, seperti kanker. Merokok pun berpengaruh terhadap kejadian stunting atau kekerdilan pada anak, akibat kurangnya asupan kalori protein.

Perokok tertinggi merupakan penduduk termiskin berpenghasilan menengah ke bawah sebanyak 27,3 persen, dan menjadi salah satu pengeluaran terbesar di RT. Propaganda rokok tidak sesuai fakta. Menurut Aries, rokok hanya menyumbang Rp 103,02 triliun untuk negara. Sementara negara sudah menghabiskan uang Rp 378 triliun akibat dampak kerusakan merokok.

Produksi rokok sudah menggunakan mesin. Menurutnya, setiap mesin bisa menghasilkan 2 juta batang rokok sehari. Kondisi ini menyebabkan pengangangguran, karena tenaga manusia sudah digantikan dengan mesin.

Dari hasil studi menyatakan Covid-19 karena ada komorbit. Terbanyak adalah penyakit tidak menular. “Perokok itu lebih rentan terhadap infeksi virus Covid-19 yang 14 kali, dan terinfeksi. Perokok lebih butuh ICU dan ventilator 2 kali lebih banyak, daripada orang yang tidak merokok,” tuturnya. (mrs/uno)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X