Penambang Pasir Ilegal Meresahkan

- Jumat, 11 Juni 2021 | 21:02 WIB
MONITORING: Anggota DPRD Nunukan melakukan monitoring terhadap penambangan pasir secara ilegal di Pulau Sebatik, kemarin (10/6).
MONITORING: Anggota DPRD Nunukan melakukan monitoring terhadap penambangan pasir secara ilegal di Pulau Sebatik, kemarin (10/6).

NUNUKAN – Aktivitas penambangan pasir ilegal di Pulai Sebatik, Kabupaten Nunukan sangat meresahkan dan jadi perhatian serius. 

Intensitas pengerukan pantai yang sudah terjadi bertahun-tahun, dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, berimbas pada semakin meluasnya kehancuran ekosistem dan lingkungan sekitar. Dilemanya, apabila aktivitas ini dihentikan maka pembangunan Pulau Sebatik pun terkendala. 

Pasalnya, selama ini pasir pantai yang ditambang secara ilegal merupakan sumber materialnya. Di sisi lain, banyak penambang yang bergantung dengan pasir pantai sebagai mata pencaharian selama ini. 

“Memang kita harus bijak. Pemerintah segera carikan solusi, karena bagaimanapun aktivitas itu ilegal dan dilarang undang-undang. Jalannya, harus dihentikan karena kerusakan lingkungan sudah sangat parah,” terang Anggota DPRD Nunukan Hj Nursan, Kamis (10/6).

Aktivitas tersebut melanggar Pasal 35 (i) Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Secara tegas menyatakan bahwa, dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan penambangan pasir pada wilayah. Apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya.

Nursan mengakui, meskipun roda pembangunan di pulau perbatasan RI – Malaysia ini berisiko terkendala ketersediaan pasir. Akan tetapi, pulau Sebatik dihadapkan pada ancaman kehancuran akibat abrasi. 

Efek kerusakan sangat mengerikan, merujuk data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nunukan. Setiap tahunnya, garis pantai Pulau Sebatik bergeser 5-6 meter. Hasil penelusuran dan penghitungan terakhir, petugas BPBD Nunukan pada Februari 2020, tercatat ada sekitar 969 hektare sepanjang pantai di Sebatik yang tergerus abrasi.

Ada 4 kecamatan di Pulau Sebatik yang terdampak. Masing-masing Kecamatan Sebatik Timur (120 hektare), Kecamatan Sebatik Induk (357 hektare), Kecamatan Sebatik Barat (416 hektare), dan Kecamatan Sebatik Utara (76 hektare). 

Kerusakan yang terjadi dari empat kecamatan ini sebanyak 14 unit rumah, satu bangunan posyandu, satu mushala, beberapa titik jalan desa, dan satu jembatan pos Marinir rusak parah.

“Kami sudah merekomendasikan untuk stop penambangan. Kalau masih terjadi aktivitas, silakan langsung melapor kepada polisi,” tegas Nursan.

Adanya larangan dan rekomendasi DPRD Nunukan, atas aktivitas pengerukan pasir pantai ilegal tak membuat penambang berhenti. Malah, mereka kini beroperasi di malam hari. Hal ini diakui Camat Sebatik Andi Salahuddin. 

Para penambang sangat menggantungkan penghasilan dari penggalian pasir pantai. Meski sudah diimbau untuk menghentikan kegiatan tersebut.

“Namanya sudah menjadi kebutuhan hidup, mereka akan mencari waktu tepat mengambil pasir. Meski malam hari, mereka rela turun ambil pasir,” katanya.

Para penambang pasir biasanya menjual dengan harga Rp 600 ribu-Rp 700 ribu ke pengepul atau broker.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X