Produksi Udang Windu Menurun

- Jumat, 16 Juli 2021 | 21:20 WIB
PRODUKSI MENURUN: Wali Kota Tarakan Khairul saat panen bibit udang windu di Balai Benih Udang (BBU) yang dikelola Perumda Tarakan Agrobisnis Mandiri.
PRODUKSI MENURUN: Wali Kota Tarakan Khairul saat panen bibit udang windu di Balai Benih Udang (BBU) yang dikelola Perumda Tarakan Agrobisnis Mandiri.

TARAKAN – Berdasarkan rilis Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara), harga udang sekitar USD 12,65 per kilogram. Naik dibanding triwulan I 2021 yang sebesar USD 11,99 per kilogram. 

Dari hasil tersebut, jika dilihat dari pertumbuhannya. Maka harga udang triwulan II 2021 mengalami pertumbuhan sebesar 4,87 persen (qtq), jika dibanding triwulan I 2021. 

Kenaikan harga udang ini disebabkan mulai membaiknya permintaan. Terutama dari negara eksportir udang terbesar yaitu Jepang. Sejalan dengan adanya perayaan Golden Week pada Mei lalu dan akan diadakannya Olimpiade musim panas Tokyo pada akhir Juli nanti. 

Selain itu, perbaikan perekonomian negara-negara ekportir utama seperti Amerika dan Taiwan menjadi faktor pendorong perbaikan harga udang. 

Mulai membaiknya harga udang dunia berdampak positif pada harga jual udang di Kaltara, meskipun kenaikannya tidak signifikan. Hal itu diakui Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kaltara M Nur Hasan Alhuda.  

Namun, yang menjadi persoalan serius saat ini, menurut Nur Hasan, bukan lagi harga udang. Melainkan produksi udang di Kaltara yang menurun. 

Ia mencontohkan, dulunya dalam satu hektare bisa panen 500 kilogram sampai 1 ton. Mestinya dengan luas tambak di Kaltara yang saat ini mencapai 142 ribu hektare. Jika dirata-ratakan paling tidak bisa panen sampai 142 ribu ton sebulan. Namun saat ini, hanya bisa mencapai maksimal 1.000 ton per bulan. 

Permasalahannya dinilai Nur Hasan cukup kompleks. Mulai dari bibit, pencemaran hingga predator yang ada di tambak. Persoalan ini perlu dicarikan solusi dari pihak terkait, agar bisa meningkatkan produksi udang windu. 

“Inilah yang perlu kita duduk sama-sama. Karena sampai detik ini Kaltara maupun Dinas Perikanan provinsi maupun Pemerintah Pusat, belum ada satu bahasa atau satu SOP tentang penanganan tambak di Kaltara,” ungkapnya.  

Adapun terhadap metode yang sedang dikembangkan KPwBI Provinsi Kaltara yakni budidaya dengan metode lactobacillus, Nur Hasan menyambut baik. Namun, yang diinginkan pihaknya standar baku dalam peningkatkan produksi udang windu.  

“Itu salah satu langkah-langkah untuk meningkatkan produksi. Tapi itu bukan jadi standar baku untuk produksi tambak. Kalau tambak ini airnya warnanya kuning, apa yang harus dilaksanakan untuk jadi peningkatkan produksinya,”  tuturnya. 

Nur Hasan dengan tegas menolak budidaya udang Vaname di Kaltara untuk saat ini  hingga beberapa tahun ke depan. Pasalnya, Kaltara sudah dikenal daerah penghasil udang windu di Indonesia. Menurut Nur Hasan, karakteristik hidup udang windu dan vaname berbeda. Meskipun produksinya lebih besar dari udang windu. 

“Di Kaltara ini adalah udang windu, jangan niat sekali-kali untuk dibuat udang vaname. Itu kami sudah tolak 100 persen,” tegasnya. 

Penilaian serupa diungkapkan Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Tarakan Hariyanto. Di tengah luas tambak yang semakin bertambah, justru produksi udang windu di Kaltara menurun.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Kontribusi BUM Desa di Kalbar Masih Minim

Kamis, 25 April 2024 | 13:30 WIB

Pabrik Rumput Laut di Muara Badak Rampung Desember

Senin, 22 April 2024 | 17:30 WIB
X