TARAKAN – Bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) menjadi salah satu perhatian Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPR) pada momentum Hari Agraria Nasional dan Tata Ruang (Hantaru), Jumat (24/9).
Dalam sambutan Menteri ATR/BPN Sofyan A Djalil yang dibacakan Kepala Kantor Pertanahan Tarakan Agus Sudrajat, Kementerian ATR/BPN mengajak pemerintah daerah untuk dapat memberi keringanan BPHTB.
Agus Sudrajat tidak memungkiri hal itu. Ditemui awak media usai acara, ia menyebut, BPHTB menjadi kendala bagi masyarakat dalam mengurus pendaftaran tanah sistematik lengkap (PTSL) karena ketidakmampuan masyarakat membayar BPHTB.
“Terus terang banyak kendala dalam pelaksanaan PTSL itu karena masyarakat tidak mampu membayar BPHTB. Makanya Kementerian ATR/BPN mengajak para kepala daerah untuk paling tidak meringankan biaya BPHTB itu, atau bahkan menghapus,” tuturnya kepada awak media, ditemui di kantornya di Lantai 3 Gedung Gabungan Dinas Tarakan, Jumat (24/9).
Dijelaskan, BPHTB bukanlah biaya yang dikeluarkan berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri antara Menteri ATR/BPN, Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri terkait biaya pra sertifikasi PTSL.
BPHTB adalah bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, dimana dasar pengenaannya yaitu luas tanah dikali nilai jual objek pajak (NJOP). Dengan demikian, jika lokasi tanahnya berada di tempat strategis dan nilai NJOP-nya besar, diperkirakan Agus Sudrajat, BPHTB-nya juga ikut besar.
Agus Sudrajat membenarkan bila BPHTB menjadi salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk mengurus PTSL. Setiap orang yang memperoleh hak atas tanah dan bangunan dikenai pajak. Nilainya bervariasi disesuaikan luas tanah dan NJOP.
Program PTSL tahun ini, Kantor BPN Tarakan mendapatkan kuota 5 ribu bidang untuk pengukuran peta bidang tanah dan 3 ribu bidang untuk penerbitan sertifikat yang tersebar di 13 kelurahan.
Dari jumlah itu, Kantor BPN Tarakan telah merampungkan pengerjaannya pada 31 Agustus 2021, sehingga yang dikerjakan saat ini hanya melayani pembuatan sertifikat tanah secara mandiri.
Agus Sudrajat belum bisa memastikan keberlanjutan program ini di tahun mendatang. Akan tetapi, karena Tarakan ditargetkan tahun ini menjadi kota lengkap, tidak menutup kemungkinan pembuatan sertifikatnya akan berlangsung sampai 2024. Dari data yang diperolehnya, masih ada sekira 10 ribu bidang tanah yang belum disertifikatkan. (mrs/luc/k16)