BERMULA dari saling melapor dan sama-sama memposisikan diri sebagai korban tawuran antar kelompok remaja putri di Nunukan. Kedua remaja putri berinisial EF (17) dan NSDK (18) justru ditetapkan polisi sebagai tersangka.
“Kami tetapkan keduanya sebagai tersangka. Kita masih lakukan BAP (Berita Acara Pidana) terhadap keduanya. Untuk melengkapi administrasi dan berkas sebelum dilimpahkan ke kejaksaan,” terang Kapolsek Nunukan Kota Iptu Ridwan Supangat, Rabu (20/10).
Kedua pelapor sama-sama bersikeras dengan keterangan dihadapan penyidik Polsek Nunukan Kota. “Polisi hanya mencatat saja seluruh keterangan mereka. Masing-masing punya cerita versi sendiri. Kami tak bisa mengarahkan atau memaksa mereka mengaku. Nanti konfrontasinya, dipertemukan ceritanya di depan pengadilan,” ungkap Supangat.
Kedua belah pihak juga tidak bisa didamaikan. Polisi sudah berupaya melakukan 3 kali pertemuan untuk mediasi dan hasilnya tanpa ada titik temu. Antara pihak satu dengan lain seakan sudah siap adu kuat. Karena masing-masing sudah menyiapkan pengacara dalam kasus tersebut.
“Saat ini kita sudah mengirim pemberitahuan ke Kejaksaan Negeri Nunukan. Kasusnya lanjut ke meja hijau. Sebenarnya semua tahu kejadiannya, tapi karena keterangan mereka dipengaruhi oleh kepentingan untuk memenangkan kasusnya, ya biar pengadilan yang memutuskan,” bebernya.
Meski keduanya ditetapkan sebagai tersangka, polisi tidak melakukan penahanan. Supangat menjelaskan, polisi memiliki pertimbangan dalam masalah ini. Keduanya tentu tidak akan melarikan diri atau bisa menghilangkan barang bukti.
Keduanya juga memiliki penjamin yang kuat untuk kooperatif selama proses hukum berjalan. “Jadi ini lebih pada kebijakan kita. Karena mereka juga masih remaja, tentu kalau ditahan akan jadi masalah lain lagi nantinya,” imbuhnya.
Kasus yang bisa dikategorikan sebagai kenakalan remaja yang bergulir sampai meja hijau inipun cukup disayangkan. Keduanya yang sama-sama korban juga saling menyadari dan menjadi pihak yang paling menderita serta dirugikan dalam peristiwa ini.
Akibat peristiwa itu, mereka telah menderita baik secara fisik, psikis dan sosial. Akibat luka, trauma, dan pemberitaan yang luas perihal pengeroyokan yang dialaminya. Padahal seharusnya kasus anak seperti ini memiliki karakteristik yang tertutup.
“Di Polsek mungkin selesai sampai penetapan tersangka. Untuk pasal, paling selain pasal pengeroyokan kita sisipkan juga undang-undang perlindungan anak,” tutupnya. (*/lik/*/viq/uno)