Pembelajaran Alam bagi Pelajar

- Rabu, 27 Oktober 2021 | 17:20 WIB
PELAJARAN BISA TERTINGGAL: Pelajar saat berada di mess rumput laut wilayah pesisir Nunukan yang membantu orang tuanya.
PELAJARAN BISA TERTINGGAL: Pelajar saat berada di mess rumput laut wilayah pesisir Nunukan yang membantu orang tuanya.

NUNUKAN – Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Nunukan membuka pembelajaran alam di sejumlah mess rumput laut di wilayah pesisir.

Para guru membawa bahan ajar ke pondok-pondok kayu, yang menjadi lokasi untuk mengikat bibit rumput laut maupun penjemuran hasil panen para petani rumput laut.

“Kita butuh inovasi dalam menanggulangi turunnya semangat pelajar kita, akibat pandemi Covid-19. Jangan sampai mereka berpikir meski sekolah tinggi, ujung-ujungnya juga mencari uang. Mindset seperti ini yang harus segera kita antisipasi,” terang Kepala Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas) Disdikbud Nunukan Widodo, Selasa (26/10).

Upaya ini merupakan salah satu tindakan, dalam mengatasi kebosanan belajar anak-anak yang terlalu lama tidak bersekolah. Setiap harinya, anak usia SD dan SMP di perbatasan RI–Malaysia ini lebih banyak memenuhi mess rumput laut. Untuk mencari rupiah, daripada menikmati masa kecil dan belajar di bangku sekolah.

Terlebih saat ini, harga rumput laut sedang stabil di kisaran Rp 12.000 per kg. Para pengusaha rumput laut sangat membutuhkan tenaga, untuk mengikat bibit maupun memanen. Disdikbud pun turun ke lapangan, melakukan survei dan pemetaan sebagai langkah antisipasi.

Dari wilayah pesisir di bagian Nunukan Selatan, ada 4 sekolah. Masing-masing SD 03, SMP 04, SD 02 dan SMP 02 Nunukan Selatan, memiliki kasus pelajar yang memilih membantu orang tuanya bekerja mengikat rumput laut daripada sekolah.

“Dari empat sekolah di Nunukan Selatan, kita temukan 501 pelajar yang agak malas sekolah. Mereka memilih membantu orang tuanya mendapat uang. Dari survei kami, orang tua dan anak-anak itu mampu menghasilkan Rp 100 ribu sampai Rp 200 ribu per harinya,” ungkap Widodo.

Fenomena inipun menjadi agenda yang dibahas khusus, melibatkan sejumlah instansi. Termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB).

Tercipta sebuah inovasi yang dinamakan ”Kejar Pabettang”, yang merupakan kepanjangan dari Kelas Belajar di Pondok Pabettang. Pabettang dalam bahasa setempat, memiliki arti mengikat bibit rumput laut.

“Kita ambil masa istirahat mereka, tepat setelah makan siang. Kami berikan pengajaran dengan cara mengejar kurikulum ataupun kelas inspirasi. Target kita mengembalikan dulu semangat belajar. Jangan sampai mereka sudah cinta uang di usia dini, akhirnya berakibat jauh sampai pada los learning atau los generation,” urai Widodo.

Inovasi Kejar Pabettang dikemas semenarik mungkin, mirip pembelajaran di alam terbuka. Sejumlah orang sukses dilibatkan untuk membuka wawasan anak-anak buruh rumput laut. Bahkan,pejabat-pejabat Nunukan bakal menjadi motivator. Disdikbud juga menggandeng para relawan literasi untuk mengatasi persoalan ini.

Kejar Pabettang, memiliki tagline unik, yaitu ekonomi dapat, sekolah tetap. Dengan kata lain, sekolah bisa dilakukan di lokasi Pabettang tanpa suasana formal, dengan tujuan, ilmu tetap diraih dan uang juga diperoleh.

“Kita mulai dari masyarakat pesisir di bagian Nunukan Selatan. Saat itu akan kita evaluasi dan bila memungkinkan, akan meluas sampai di mess kelapa sawit. Kita tak ingin generasi emas di perbatasan lebih condong mencari uang daripada menyelesaikan wajib belajarnya,” tandas Widodo. (*/lik/*/viq/uno)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X