TARAKAN – Dunia pendidikan di Kota Tarakan tercoreng dengan dugaan pencabulan yang dilakukan oknum guru berinisial MS. Aksi bejat pria berusia 53 tahun itu, tega mencabuli anak di bawah umur, yang merupakan tetangganya.
Kejadian tersebut menimpa korban pada 21 Oktober lalu sekitar pukul 10.00 Wita. Saat itu, korban berbelanja mie instan di rumah tersangka di Jalan Pepabri, RT 19, Kelurahan Kampung Satu Skip.
Menurut Kapolres Tarakan AKBP Fillol Praja Athadira melalui Kasat Reskrim Iptu Muhammad Aldi, MS ini melakukan tindakan bejatnya dengan memegang payudara korban. “Tersangka pegang payudara dan kemaluan korban. Kami langsung tindaklanjuti laporan pencabulan, dengan mengamankan tersangka di rumahnya pekan lalu. MS sudah kami tetapkan sebagai tersangka dan dilakukan penahanan,” jelasnya, Selasa (3/11).
Pakaian serta jilbab yang digunakan korban saat dicabuli tersangka dijadikan barang bukti dalam perkara ini. Modus MS, saat korban hendak belanja di warung dan tersangka secara spontan memegang payudaranya. Setelah barang yang dipesan ada, korban langsung pergi. Aksi bejat tersebut terjadi sekitar 5 menit.
“Tanpa ada bahasa lebih dahulu, tidak ada janjikan uang. Tersangka langsung pegang payudara korban,” ungkapnya.
Usai kejadian pencabulan tersebut, orang tua korban mendatangi Polres Tarakan untuk melaporkan MS. Korban masih mengalami trauma akibat kejadian tersebut. Sehingga penyidik melibatkan psikolog dalam proses pemeriksaan korban nantinya. Pendampingan itu sangat dibutuhkan, untuk bisa membantu agar korban tidak mengalami traumatic pasca kejadian pencabulan.
Dari informasi yang didapat, lanjut Aldi, MS pernah tersangkut masalah serupa dengan korban berbeda. Namun, penyidik masih mendalami informasi tersebut dengan melakukan pengembangan lebih lanjut. Pihaknya juga akan memeriksa saksi dari sekitar lokasi kejadian, selain dari pihak keluarga korban maupun tersangka.
“MS tercatat masih sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan profesi sebagai guru di salah satu SMA Negeri di Tarakan. Nanti, MS kami periksakan ke psikolog, untuk memastikan ada kelainan atau penyakit tertentu. Sampai saat ini, tersangka masih tertutup,” tuturnya.
MS harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan disangkakan Pasal 82 ayat 1 junto Pasal 76 e Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU Nomor 1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 23 tentang 2002 tentang Perlindungan Anak. “Ancaman pidana paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, dengan denda Rp 5 miliar,” sebutnya. (sas/uno)