Kasus Penggelapan Dihentikan, Korban Memaafkan, Tersangka pun Dibebaskan

- Jumat, 7 Januari 2022 | 21:20 WIB
RESTORATIVE JUSTICE: Tersangka penggelapan, Arya Abdillah (rompi merah) dibebaskan dengan upaya restorative justice, Kamis (6/1).
RESTORATIVE JUSTICE: Tersangka penggelapan, Arya Abdillah (rompi merah) dibebaskan dengan upaya restorative justice, Kamis (6/1).

TARAKAN - Setelah dilakukan mediasi oleh korban, kasus penggelapan yang menjerat tersangka Arya Abdillah akhirnya dihentikan. Hal ini setelah dilakukan upaya restorative justice oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Tarakan.

“Alasan tuntutan penghentian ini, terdakwa baru pertama kali melakukan tindak pidana dan hanya diancam di bawah 5 tahun. Tersangka sudah meminta maaf kepada korban dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Jadi sudah ada perdamaian antara korban dan tersangka,” jelas Kepala Kejari Tarakan Adam Saimima, Kamis (6/1).

Kondisi pria berusia 20 tahun ini saat itu dalam keadaan mendesak dan butuh uang untuk pulang kampung ke Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Sebelumnya Arya juga datang ke Tarakan untuk mencari pekerjaan. Karena masih dalam pandemi Covid-19, hidup Arya terlunta-lunta.

“Karena melihat korban memiliki handphone, muncul niat menggelapkan, membawa dan menjual. Uang hasil penjualan Rp 800 ribu digunakan untuk beli tiket kapal dan tes PCR. Sisanya Rp 100 ribu digunakan beli rokok dan jajan,” ungkapnya.

Sesuai petunjuk Kejaksaan Agung, lanjut Adam, pihaknya diinstruksikan melakukan restorative justice. Mengacu pada Peraturan Kejaksaan RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Artinya, tersangka tidak mendapat hukuman maupun pembalasan.

“Kita menghukum orang yang pada akhirnya tidak memberikan nilai baik. Ketika dia dihukum dan masuk penjara, bisa saja berkenalan dengan orang yang jahat. Karena korban memaafkan, kami balikan ke keadaan semula dan kami hentikan,” tegasnya.

Sebelumnya, pihaknya telah melakukan peninjauan ke rumah tersangka. Dengan tujuan melihat perilaku tersangka di lingkungannya dan memastikan tidak ada warga yang keberatan, setelah dilakukan restorative justice. “Ternyata ketua RT menyampaikan, orangnya baik. Alangkah baiknya tersangka dipulangkan ke Pare-Paredan kalau di Tarakan akan menjurus ke hal yang tidak baik,” tuturnya.

Menurutnya, tidak semua perkara bisa dilakukan restorative justice. Selain itu, pelaku kejahatan yang merupakan residivis tidak bisa diberi restorative justice. Surat pengentian tuntutan ini bisa saja dicabut kembali. Apabila, nantinya ada alasan baru yang diperoleh penyidik dan Jaksa Penuntut Umum. 

Selain itu ada putusan pra peradilan yang telah mendapat putusan akhir dari Pengadilan Tinggi, yang menyatakan penghentian penuntutan tidak sah. (sas/uno)

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Data BPS Bulungan IPM Meningkat, Kemiskinan Turun

Kamis, 28 Maret 2024 | 17:00 WIB

Ombudsman Kaltara Soroti Layanan bagi Pemudik

Kamis, 28 Maret 2024 | 16:30 WIB

Harus Diakui, SAKIP Pemprov Kaltara Masih B Kurus

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Penanganan Jalan Lingkar Krayan Jadi Atensi

Kamis, 28 Maret 2024 | 11:10 WIB

Jalan Penghubung di Krayan Ditargetkan Maret Mulus

Selasa, 26 Maret 2024 | 13:50 WIB

3.123 Usulan Ditampung di RKPD Bulungan 2025

Selasa, 26 Maret 2024 | 07:00 WIB

Anggaran Rp 300 Juta Untuk Hilirisasi Nanas Krayan

Senin, 25 Maret 2024 | 18:45 WIB
X