NUNUKAN – Banjir bandang di tengah malam, mengakibatkan sekitar 15 unit rumah di Kecamatan Lumbis Pensiangan, Kabupaten Nunukan hanyut terbawa arus.
Camat Lumbis Pansiangan Lumbis mengatakan, bencana itu terjadi saat tengah malam sekitar pukul 01.00 Wita, Senin dinihari (21/2). Saat para warga tertidur pulas. “Banjir bandang dari Sungai Sedalir menghanyutkan banyak rumah warga. Sebanyak 12 unit rumah di Desa Langgason dan 3 unit rumah di Desa Tantalujuk. Termasuk kantor desa, WiFi Bakti Desa dan harta benda dalam rumah,” ujarnya, Senin (21/2).
Menurut Lumbis, sepanjang sejarah Sungai Sedalir, belum pernah terjadi banjir besar seperti saat ini. Masyarakat di wilayah perbatasan RI–Malaysia ini sudah terbiasa dengan datangnya banjir. Sehingga mereka sigap dalam menghadapi banjir.
Kendati demikian, banjir datang saat mereka tidur nyenyak. Para korban hanya mampu menyelamatkan anggota keluarganya saja. Tidak bisa menyelamatkan barang berharga yang hanyut diterjang banjir.
“Banjirnya terbesar dari banjir yang sering terjadi. Banjir lebih tinggi, sekitar 4 meter. Sehingga banjir diperkirakan meluap dari batas air normal setinggi 18-20 meter,” ungkapnya. Dari pendataan sementara pihak Kecamatan Lumbis Pensiangan, kerugian yang dialami berupa 12 unit rumah di Desa Langgason termasuk kantor desa, 1 rumah wallet, molding milik Bumdes, jembatan kayu ulin, Wifi Bakti dan WC umum.
Sementara di Desa Tantalujuk, 2 unit rumah, dan 1 unit bangunan Posyandu. Total ada 210 Kepala Keluarga (KK) dengan 447 jiwa dari 6 desa yang terdampak. “Para korban kami ungsikan ke desa terdekat, tepatnya di Desa Panas,” imbuhnya.
Lumbis menegaskan, masyarakat selalu menyebutnya sebagai banjir kiriman. Karena banjir tersebut berasal dari Sungai Talangkai di Sepulut Sabah Malaysia. Banjir kemudian mengalir ke Sungai Pampangon, berlanjut ke Sungai Lagongon ke Pagalungan. Dari Pagalungan, aliran sungai kemudian memasuki wilayah Indonesia melalui Sungai Labang, Pensiangan dan Sembakung.
Ia merasa kecewa karena sampai saat ini, banjir kiriman dari Malaysia tidak menjadi perhatian serius Pemerintah Pusat. Yang terjadi sejauh ini, hanyalah sekedar imbauan siaga bencana sampai penetapan status tanggap darurat.
Ribuan warga perbatasan RI yang terdampak selalu diberi bantuan logistik dan evakuasi. Ketika ada yang memerlukan langkah tersebut. “Siklus ini tak pernah ada perubahan. Selalu berputar dan kembali lagi ke awal. Pemerintah Pusat harus melihat masalah ini lebih serius. Mungkin Indonesia harus duduk dengan Malaysia membicarakan sungai ini, karena menyangkut dua negara,” harap Lumbis.
Sementara itu, dikonfirmasi terkait rencana jangka panjang untuk antisipasi bencana rutin tahunan ini, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nunukan Muhammad Amin mengatakan, keterbatasan SDM dan anggaran membuat pemkab tidak mampu berbuat banyak.
Pemkab sejauh ini sudah sering melaporkan kondisi ini ke Pemerintah Pusat. “Kalau pemerintah daerah memang sebatas penetapan status tanggap darurat, alokasi bantuan dan evakuasi. Kita terbatas anggaran dan SDM,” tuturnya.
Namun demikian, dalam waktu dekat, pemerintah daerah akan segera membuat usulan. Agar status Sungai Sembakung yang mengalir melewati 6 kecamatan langganan banjir ini menjadi sungai nasional.
Perubahan status tersebut, akan menjadikan mekanisme penanganan lebih komprehensif dan melibatkan Pemerintah Pusat. “Kalau sudah menjadi sungai nasional, penanganan akan melibatkan Pemerintah Pusat,” pungkasnya. (*/lik/*/viq/uno)