Ruang HD Jadi Sorotan

- Senin, 16 Mei 2022 | 20:03 WIB
PELAYANAN KESEHATAN: Ada 22 pasien tetap yang dilayani setiap minggu di Ruang unit HD RSUD Nunukan.
PELAYANAN KESEHATAN: Ada 22 pasien tetap yang dilayani setiap minggu di Ruang unit HD RSUD Nunukan.

NUNUKAN - Ruang unit Hemodialisa (HD) di RSUD Nunukan, yang seyogianya bisa menangani pasien cuci darah, tengah disoroti masyarakat.

Pasalnya, Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika Nunukan Junaidi, harus dirujuk ke RSUD dr H Jusuf SK Tarakan untuk penanganan cuci darah, pada Sabtu lalu (14/5).

“Pasien didiagnosa membutuhkan tindakan Hemodialisa, karena kadar ureum cukup tinggi dan mempengaruhi otak. Sayangnya dokter penanggungjawab HD tidak mau melayani. Saya tak tahu apa alasannya, tapi itu menjadi hal yang sangat kami sesalkan,” ungkap Direktur RSUD Nunukan Dulman, Minggu (15/5).

Dokter Rahma penanggungjawab HD telah dimutasi ke RS Pratama Sebatik, sebagai dokter spesialis penyakit dalam. Hanya saja, RSUD Nunukan sudah meminta dispensasi dan permohonan kepada Dinas Kesehatan (Dinkes). Untuk menjadwalkan penanganan HD pada Kamis, Jumat dan Sabtu.

“Kami sudah meminta agar yang bersangkutan diperbantukan di RSUD Nunukan, meski sudah dimutasi ke Sebatik,” pinta Dulman.

Dulman bereaksi cukup keras atas penolakan yang dilakukan dr Rahma. Padahal, kata dia, sebagai dokter, melayani pasien dan mengedepankan kemanusiaan merupakan sumpah dokter.

Dokter, seyogianya sama sekali tidak boleh menolak saat ada pasien yang membutuhkan bantuan. Sekalipun keberadaan pasien di wilayah pelosok terpencil dan terisolir. “Itu harus dilakukan karena kewajiban dokter. Sementara dalam kasus ini, pasien ada di depan mata, kok ditolak? Dimana rasa kemanusiaan dan sumpah dokter?,” kesalnya.

Dulman sudah meminta Dinkes agar bersikap tegas atas kasus ini. Seorang dokter seharusnya mengutamakan kemanusiaan, dibanding ego karena kecewa terhadap kebijakan mutasi.

Dikonfirmasi terpisah, dr Rahma mempertanyakan statusnya di RSUD Nunukan. Pasca dimutasi ke RS Pratama Sebatik, ia juga mencabut Surat Izin Praktek (SIP) di RSUD Nunukan. Sehingga tidak mungkin bisa menangani pasien di RSUD Nunukan.

“Sejak mutasi 14 Maret 2022, status saya bukan lagi dokter di RSUD Nunukan. Saya sepenuhnya dokter spesialis penyakit dalam di RS Pratama. SIP juga sudah saya cabut, pindah ke RS Pratama Sebatik,” ungkapnya.

Rahma justru heran, diminta bertanggung jawab. Sementara saat mutasi, Dirut RSUD Nunukan secara tegas menyatakan akan bertanggung jawab penuh atas penanganan pasien HD.

Menurut dia, bagaimana mungkin dokter yang tidak memiliki izin praktek diminta menangani pasien. “Siapa yang bertanggung jawab ketika terjadi hal yang tidak diinginkan nanti? Lagian kalau ada apa apa, bukannya saya juga yang disalahkan?,” imbuhnya.

Rahma menjelaskan, penyelenggaraan pelayanan dialisis pada fasilitas pelayanan kesehatan, mensyaratkan hemodialysis harus seorang Konsultan Ginjal Hipertensi (KGH). Yang memiliki surat izin praktek atau dokter spesialis penyakit dalam, yang terlatih bersertifikat pelatihan hemodialis. Dikeluarkan oleh organisasi profesi sebagai penanggungjawab, sesuai atur Permenkes RI Nomor 812/MENKES/PER/VII/2010. 

Setiap tahunnya ada MoU antara RSUD Nunukan dan Pernefri (Perhimpunan Nefrologi Indonesia). “Tapi sejak 2022, MoU itu belum ada. Ini cukup krusial dan berbahaya bagi RSUD. Izin praktek HD dibawah Pernefri, ketika itu tidak ada, bagaimana bisa berjalan?,” imbuhnya.

Halaman:

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Eks Ketua KPU Kaltara Bulat Maju Pilkada Bulungan

Jumat, 12 April 2024 | 11:00 WIB

Bupati Bulungan Ingatkan Keselamatan Penumpang

Kamis, 11 April 2024 | 16:33 WIB

Ada Puluhan Koperasi di Bulungan Tak Sehat

Sabtu, 6 April 2024 | 12:00 WIB
X