Masih Jadi Polemik

- Kamis, 26 Mei 2022 | 19:29 WIB
Syamsi Sarman
Syamsi Sarman

WACANA pelarangan atribut agama di persidangan, masih menjadi polemik. Atribut agama ini, tidak hanya berupa jilbab melainkan juga peci dan pakaian muslim untuk pria.

Larangan ini agar para pelaku tindak pidana tidak tiba-tiba religius saat di persidangan, untuk mengecoh pengadilan. Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kaltara Syamsi Sarman mengakui, belum mendengar adanya informasi terkait larangan penggunaan atribut agama di persidangan. Bahkan belum membicarakan wacana tersebut.

“MUI Pusat sebenarnya menyayangkan pelaku tindak pidana ini. Pada saat sudah jadi tersangka, di persidangan jadi religius,” jelasnya, Rabu (25/5).

Tiba-tiba religius menggunakan atribut agama di persidangan juga dianggap mencoreng agama. Menurutnya secara pribadi, melihat ada dua sisi positif dan negatif. Misalnya, seseorang disebut bersalah dan dalam perjalanan pidananya sadar dengan perbuatannya. Kemudian ingin kembali menjadi baik. Dibuktikan dengan menggunakan atribut keagamaan.

Namun dari sisi negatif, ia sependapat jika disebut sebelumnya tidak religius hingga melakukan tindak pidana. Kemudian pada saat duduk di kursi terdakwa, menjadi religius dengan agama tertentu. Sehingga, tidak nyaman dengan latar belakang agamanya.

“Ada plus minusnya. Supaya bisa membuktikan asli atau murni tersangka sadar atau tobat dan ingin menjadi baik. Maka tak perlu dibuat aturannya. Silakan saja berjalan secara alami, mau pakai silakan, tidak pakai ya tidak masalah,” ungkapnya.

Jika ternyata di persidangan dikondisikan pakaian muslim bagi terdakwa beragama Islam, ia juga tidak sependapat. Sehingga tidak rekayasa atau dikondisikan.

Wacana lain dari Mahkamah Agung (MA), untuk menerapkan pakaian tersendiri. Misalnya dengan rompi khusus di persidangan juga dinilainya lebih baik. Sebagai tersangka saja, misalnya kasus tindak pidana korupsi diberikan rompi berwarna kuning, bisa digunakan hingga persidangan.

“Cukup baik juga (gunakan pakaian khusus seperti rompi di persidangan). Jadi, tak ada agama khusus atau tertentu. Kalau kopiah kan umum, pakaian nasional. Tapi, jangan tiba-tiba pakai kopiah atau gamis, sambil ngomong zikir terus. Saya khawatirnya itu tidak murni dari diri sendiri,” tuturnya.

Terlebih lagi saat ini sudah masuk era keterbukaan. Banyak persidangan yang ditayangkan secara langsung di media televisi. Pada saat terdakwa menggunakan atribut keagamaan dan divonis tinggi. Bisa saja malah Majelis Hakim dianggap tidak melihat keinginan terdakwa untuk memperbaiki diri.

“Padahal itu dipakai tersangka untuk modus. Kita khawatir seperti itu, karena tak tahu juga isi hati orang bagaimana. Supaya fleksibel, dibuatkan saja baju khusus untuk terdakwa, jadi netral,” harapnya. (sas/uno)

Editor: uki-Berau Post

Tags

Rekomendasi

Terkini

Gubernur Kaltara Sebut Arus Mudik-Balik Terkendali

Selasa, 23 April 2024 | 11:15 WIB

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X