NUNUKAN – Antrean mengeluar kendaraan roda dua di Agen Premium dan Minyak Solar (APMS) dataran tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, masih terjadi dalam tiga minggu belakangan ini.
Hal tersebut disebabkan berkurangnya kuota BBM di wilayah yang berbatasan darat langsung dengan Malaysia ini. Sejak pandemi Covid-19, suplai BBM dari Malaysia terhenti dan belum ada kejelasan kembali terdistribusi ke Krayan. Satu-satunya BBM yang masyarakat bisa dapat, dengan melalui PT Pertamina yang dikirim via udara dari Kota Tarakan.
“Antrean terjadi karena tak ada lagi suplai ke agen BBM di pedesaan oleh APMS. Kuota kita berkurang jauh, akibat transportasi utama pengangkut BBM untuk Krayan sedang maintenance,” ujar Camat Krayan Ronny Firdaus saat dihubungi, Rabu (22/6).
Saat normal, suplai BBM ke dataran tinggi Krayan diangkut menggunakan pesawat Air Tractor dengan kuota sekitar 7-9 ton per minggu. Namun karena pesawat tersebut sedang maintenance, pengiriman BBM disuplai oleh pesawat kargo. Dengan kapasitas lebih kecil, dan per minggu hanya bisa mengalokasikan 3 ton.
Menurut Ronny, kekurangan suplai BBM mengakibatkan efek domino. Membuat harga semua barang dan sewa kendaraan naik drastis. Mulai dari sewa mobil yang umumnya Rp 500 ribu dari kota kecamatan menuju pedesaan. Termasuk terhadap harga sembako pun mempengaruhi.
“Kita tak ada Organda, sehingga harga sewa naik berapa ya dari kesepakatan. Yang pasti tentu naik dengan kondisi BBM yang minim,” imbuhnya.
Efek lain, terjadi pada aktivitas warga yang mayoritas petani. Memasuki musim tanam padi, masyarakat terpaksa membersihkan rumput di sawah secara manual. Hal itu tentu membutuhkan waktu lebih lama, ketika menggunakan mesin pemotong rumput.
Tak terkecuali dengan pasokan sembako. Kenaikan yang terjadi, membuat warga perbatasan terpaksa merogoh kocek lebih dalam. “Sudah jadi hukum ekonomi, ketika BBM langka, suplai kurang sementara permintaan banyak. Kita semua tahu barang ke Krayan didatangkan lewat udara. Tentu jauh lebih mahal harganya, ditambah stok BBM yang kurang,” ungkap Ronny.
Saat ini, harga minyak goreng di Krayan mencapai Rp 50 ribu per liter. Dari harga normal Rp 38 ribu per liter. Demikian harga gula pasir dan item kebutuhan pokok lain, semua melonjak naik.
“Saat lockdown masih terjadi, kami ada komitmen kerja sama antar koperasi di Krayan dan Malaysia. Untuk mendatangkan kebutuhan pokok,” ujarnya.
Adanya kerja sama tersebut pun cukup membantu ketersediaan bahan kebutuhan di Krayan. Akan tetapi, saat ini sudah tidak berjalan dan menjadi keluhan masyarakat.
Meski pintu perbatasan Long Midang Krayan dengan Ba’kelalan dibuka. Namun sementara ini masih dikhususkan bagi lalu lintas orang saja. Sementara untuk barang, otoritas setempat belum mengizinkan. Sehingga tradisi dan kearifan lokal yang selama ini berjalan di perbatasan masih terhambat.
“Masalah kebutuhan pokok di Krayan ini dirapatkan kembali, dalam forum resmi Sosek Malindo (Sosial Ekonomi Malaysia Indonesia). Kita ingin keadaan kembali seperti sebelum pandemi. Di mana masyarakat bisa menjual hasil panen, dan pulang membawa belanjaan dari Malaysia,” harap Ronny.
Ia menegaskan, selama Krayan masih terisolir. Hanya bisa ditempuh dengan jalur udara, persoalan kekurangan bahan pokok akan terus terjadi.