Masih Terjadi Kesenjangan Pembangunan di Krayan

- Sabtu, 16 Juli 2022 | 20:44 WIB
BERJALAN KAKI: Puluhan warga Wa’yagung Krayan bergantian mengusung jenazah Amos menuju rumah duka berjarak sekitar 20 km dari ibu kota kecamatan.
BERJALAN KAKI: Puluhan warga Wa’yagung Krayan bergantian mengusung jenazah Amos menuju rumah duka berjarak sekitar 20 km dari ibu kota kecamatan.

NUNUKAN – Jenazah Amos Udan yang berusoa 70, digotong beramai-ramai oleh masyarakat di dataran tinggi Krayan, Kabupaten Nunukan, Kamis lalu (14/7).

Menggunakan tandu, jenazah dibungkus rapat dengan kain, dan diusung bergantian menuju Desa Wa’Yagung. Sebuah desa yang berada di kedalaman hutan Krayan, berjarak sekitar 20 km atau ditempuh seharian dari ibu kota Kecamatan di Krayan Timur. Salah seorang tokoh masyarakat Krayan Timur, Kornelius mengaku prihatin dan gerah atas kondisi yang terus saja terjadi dan tidak pernah ada perubahan, sejak Indonesia merdeka. 

“Kasus jenazah warga Krayan digotong beramai-ramai, menembus hutan dengan jalanan kerbau penuh lumpur terus terjadi. Sampai kapan masalah ini dibiarkan? Dimana hati nurani kita melihat peristiwa yang selalu saja terulang begini,” kesalnya, Jumat (15/7). 

Kasus orang sakit di Krayan digotong dengan tandu bukan perkara baru. Kornelius mengatakan, para warga yang sakit parah selalu dibawa keluar desa dengan usungan. Bahkan ketika kembali sebagai jenazah. Untuk mengangkut jenazah dengan menaiki usungan dan ditandu dari pagi-malam hari bergantian. Untuk memulangkan jenazah ke rumah duka.

“Sampai kapan ini terjadi? Bukannya ada anggaran untuk perbaikan pembangunan jalan? Beberapa tempat terlihat jalanan dibuka dan ada bekas traktor. Jadi kesenjangan pembangunan di Krayan masih terjadi,” tegasnya.

Kornelius berharap ada kontrol dan kepedulian atas kondisi warga perbatasan, yang terus terisolir. Kali ini, jenazah Amos Udan dari Desa Wa’yagung, beberapa waktu lalu. Ada juga jenazah dari Desa Bungayan, David Musa dengan kondisi yang sama. 

“Kalau ada pembangunan dan anggaran digelontorkan ke wilayah Wa’Yagung khususnya, tolong kawal. Jangan sampai peristiwa ini terus saja dibiarkan tanpa adanya perhatian,” ungkap Kornelius.

Dikonfirmasi terpisah, Camat Krayan Timur Liantoni mengakui, jika akses desa di pedalaman hutan Krayan, seperti Wa’yagung dan Bungayan masih sangat sulit dilewati. Jalanan di wilayah tersebut dikenal sebagai jalanan kerbau. Karena sangat berlumpur dan menjadi kubangan kerbau warga setempat.

Aktivitas warga setempat masih sangat tradisional. Mereka masih mengandalkan tenaga kerbau. “Mereka ambil barang atau belanja menggunakan tenaga kerbau. Termasuk mengangkut orang sakit dan kadang menggunakan jasa kerbau, selain digotong dengan usungan tentunya,” kata Liantoni.

Liantony mengatakan, Amos meninggal di RSUD Malinau akibat sakit komplikasi yang dideritanya. Keluarga mencarter pesawat untuk membawanya pulang ke Krayan.  Untuk carter pesawat perintis, demi membawa jenazah Amos dari Malinau ke Bandara Long Bawan, Krayan, warga harus merogoh gocek Rp 14 juta.

Dari Bandara Krayan, jenazah Amos harus kembali dinaikkan dalam mobil menuju Long Umung. Dengan biaya termurah mendekati Rp 1 juta jika jalanan kering. Jika hujan, maka ongkos mobil menjadi dua kali lipat karena jalanan penuh lumpur. 

Hanya mobil double kabin yang biasanya digunakan masyarakat di Krayan. Sampai di Long Umung, warga Desa Wa’yagung atau Bungayan, akan menjemput jenazah dengan tandu. Kemudian mengusungnya bergantian melewati hutan yang biasanya ditempuh dalam satu hari perjalanan. 

Liantoni menjelaskan, proses pembuatan akses jalan ke dua desa dalam hutan di Krayan, telah berlangsung mulai 2017 silam. “Kita hanya bisa berharap, pembangunan bisa dilakukan dan keterisoliran masyarakat terurai perlahan,” tuturnya. (*/dzl/uno) 

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

Pemkab Nunukan Buka 1.300 Formasi untuk Calon ASN

Kamis, 18 April 2024 | 12:44 WIB

Angka Pelanggaran Lalu Lintas di Tarakan Meningkat

Kamis, 18 April 2024 | 11:10 WIB
X