NUNUKAN – Prajurit Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Nunukan, menggagalkan dugaan upaya penyelundupan daging ilegal asal Malaysia, yang akan dikirim ke Kota Tarakan, Selasa (26/7) malam lalu.
Penindakan tersebut merupakan respons dari informasi, masih maraknya dugaan pengiriman daging Alana/daging kerbau asal India. Dari Tawau Malaysia ke Tarakan melalui jalur perbatasan di Pulau Sebatik.
“Ada sekitar 160 kardus daging merk Alana atau sekitar 2,8 ton dari Malaysia kami amankan,” ujar Danlanal Nunukan Letkol Laut (P) Arief Kurniawan Hertanto, Rabu (27/7).
Daging ilegal yang masih dikemas dengan kardus tersebut, dibungkus dengan karung. Lalu dimuat speedboat dengan list biru putih bermesin 250 PK. Speedboat dibawa oleh motoris berinisial MA alias UJ, 40, bersama seorang ABK berinisial A. Keduanya merupakan warga Tarakan.
“Kedua pelaku dan speedboat turut kita amankan. Kita masih mendalami siapa pemilik 2,8 ton daging ilegal itu. Yang jelas, pemiliknya merupakan warga Tarakan,” tegasnya.
Upaya penggagalan dugaan penyelundupan daging ilegal dengan nilai diperkirakan Rp 200 juta. Sekaligus menyelamatkan kerugian negara dari sisi cukai sekitar Rp 32 juta.
“Kita serahkan pelaku dan barang bukti ke karantina hewan dan tumbuhan Wilker Tarakan di Nunukan. Kami TNI AL tak ada kewenangan melakukan penyidikan pelanggaran karantina,” ungkapnya.
Arif menegaskan, di masa Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) yang masih mewabah. Tentu butuh kewaspadaan dan penjagaan ekstra di perbatasan negara. Terlebih, mekanisme masuknya daging-daging produk India tersebut, melalui jalur tidak semestinya.
Atas pelanggaran tersebut, kedua pelaku diduga melanggar UU Nomor 21 tahun 2019 tentang karantina hewan dan tumbuhan. Pasal 33 huruf A, B dan C, di mana seluruh produk hewan dan tumbuhan dari luar negeri wajib dilengkapi surat kesehatan dari negara asal.
Harus masuk di tempat pemasukan yang sudah ditetapkan Pemerintah Pusat dan melalui karantina untuk diproses kekarantinaan. Ancaman pasal tersebut, maksimal pidana kurungan selama 10 tahun dan denda pidana paling banyak Rp 10 miliar. (*/dzl/uno)