MESKIPUN ada desakan dari sejumlah pihak, Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Utara (Kaltara) belum mau membeberkan fakta-fakta dari penyelidikan kasus jebolnya Tuyak Atas, yang merupakan area bekas tambang batu bara milik PT KPUC (Kayan Putra Utama Coal).
Kapolda Kaltara Irjen Pol Daniel Adityajaya pun enggan berkomentar terkait penyelidikan. Mengingat, penyelidikan masih terus dilakukan. “Kita masih menyelidiki. Untuk komentar lebih lanjut, nanti setelah ada hasil,” singkatnya, Kamis (25/8).
Sementara itu, Anggota DPR RI Komisi VI Deddy Yevri Hanteru Sitorus mengatakan, Kementerian ESDM (Energi Sumber Daya Mineral) telah memutuskan penghentian operasional tambang batu bara milik PT KPUC di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara.
Hal ini membuktikan, memang kolam penampungan limbah KPUC tidak memenuhi persyaratan sesuai regulasi yang ada. “Tidak mengherankan jika kolam limbah itu selalu jebol setiap tahun. Karena memang tidak memenuhi syarat,” jelasnya
Saat ini, kata dia, tengah menunggu hasil penyelidikan kepolisian dan Kementerian Lingkungan Hidup. Untuk melihat aspek hukum dan kemungkinan pelanggaran regulasi yang dilakukan PT KPUC. Dengan itu masyarakat Malinau dan KTT memiliki posisi hukum. Untuk melakukan tuntutan hukum kepada KPUC, baik itu pidana, perdata maupun class action.
“Semoga keadilan berpihak kepada rakyat dan kondisi ini tidak terulang kembali,” harapnya.
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kaltara Hamsi mengakui, yang terjadi di Malinau Selatan tidak bisa dikatakan kejahatan lingkungan. Ia membantah, jika jebolnya Tuyak Atas yang merupakan kolam limpasan air gunung jebol karena adanya kelalaian dan kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan.
“Tak bisa langsung diklaim, jika itu kejahatan lingkungan. Ada prosesnya dan pengelolaan sesuai undang-undang yang berlaku,” singkatnya. (fai/uno)