Hakim Berpendapat Perkara Laka Laut Adalah Pembunuhan, Terdakwa Divonis 13 Tahun Penjara

- Selasa, 8 November 2022 | 01:32 WIB
PROTES: Keluarga korban mendesak terdakwa Asrul agar membongkar perkara kecelakaan laut yang diduga melibatkan oknum polisi Hasbudi, usai pembacaan putusan Pengadilan Negeri Tarakan, Senin (7/11).
PROTES: Keluarga korban mendesak terdakwa Asrul agar membongkar perkara kecelakaan laut yang diduga melibatkan oknum polisi Hasbudi, usai pembacaan putusan Pengadilan Negeri Tarakan, Senin (7/11).

TARAKAN - Terdakwa kasus kecelakaan laut, Asrul divonis hukuman 13 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tarakan, Senin (7/11). Sebelumnya, Asrul dituntut 15 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Juru bicara Pengadilan Negeri Tarakan Abdul Rahman Talib mengatakan, terhadap dakwaan JPU setelah Majelis Hakim bermusyawarah, apa yang dilakukan terdakwa merupakan pembunuhan.

“Melakukan pembunuhan, karena si terdakwa dengan sadar mengendarai speedboat yang tanpa dilengkapi lampu dan sadar tidak memiliki SKK (Surat Keterangan Kecakapan) kapal. Tetapi tetap nekat mengendarai speedboat di malam hari,” tegasnya.

Artinya, jika terdakwa merupakan orang yang waras berarti sudah sadar jika speedboat tidak akan dilihat speedboat lainnya. Tetapi, terdakwa tetap mengambil risiko. Sementara terdakwa sudah bisa memperkirakan kemungkinan besar speedboatnya akan bertabrakan dengan speedboat lain.

“Kami sependapat dengan (tuntutan) JPU, kurang sependapat dengan Penasehat Hukum (PH). Kalau menurut PH, apa yang dilakukan terdakwa adalah kelalaian. Sementara berdasarkan fakta hukum kelalaian, sudah terpenuhi semua meminimalisir risiko tetapi ternyata masih terjadi juga. Misalnya sudah menggunakan lampu, ada SKK dan sudah pelan jalannya, maka disebut tidak hati-hati,” urainya.

Sedangkan melihat fakta hukum, terdakwa juga mengemudi speedboat dengan kecepatan tinggi tanpa lampu dan SKK. Sehingga membuat Majelis Hakim berpendapat, terdakwa memang sengaja dan mencari kecelakaan hingga akhirnya korban meninggal dunia.

Sementara, terkait putusan 13 tahun yang dijatuhkan Majelis Hakim, menurutnya pasal 338 untuk pembunuhan biasa maksimal hukuman 15 tahun. Pihaknya tidak bisa menjatuhkan hukuman lebih dari 15 tahun.

“Kalaupun kami akan menjatuhkan pidana 15 tahun. Maka tidak ada lagi hal yang meringankan. Nah sementara fakta persidangan, terdakwa sudah berulang kali meminta maaf dan mengakui perbuatannya. Sehingga kami tidak terapkan maksimal dan turunkan 2 tahunnya, menjadi 13 tahun,” sebutnya.

Kepada para pihak yang kurang sependapat, ia mempersilakan mengajukan upaya hukum lain. Sesuai aturan yang sudah diatur Undang-Undang. “Kalau mau ribut di pengadilan pun tidak mengubah apapun. Yang bisa mengubah itu hanya mengajukan banding dan lihat putusan bandingnya seperti apa,” ungkapnya.

Terkait ada dugaan keterlibatan orang lain, selain Asrul menurut fakta hukum mengungkapkan, atasan Asrul yang disebutnya bernama Herman merupakan bawahan dari Hasbudi. Yang merupakan oknum polisi, diduga juga terlibat dalam kasus ini. Herman, tidak kenal semua korban dan keluarga korban tidak kenal saling mengenal antara Herman dan Hasbudi.

“Kami tak mendapatkan motifnya Hasbudi terlibat dalam kasus ini. Apa keuntungannya dari Asrul membunuh ketiga orang ini. Kalau orang merencanakan pembunuhan kan harus ada dendam dulu. Kami tak temukan di fakta sidang. Hubungan Hasbudi sampai mengontrol perkara ini dilarutkan, karena mau menyelamatkan speedboatnya supaya tidak disita,” bebernya.

Penasehat Hukum korban Rizki, Rabshody Roestam mengatakan, tindak pidana pasal 338 KUHPidana sudah terbukti. Berarti sudah membantah rilis dari Kapolda Kaltara, sebelum kasus ini masuk ke pengadilan yang menyatakan kejadian merupakan kecelakaan laut.

“Jaksa menyebutkan kasus ini bukan kecelakaan laut dengan pasal 359. Jaksa menghadirkan Pasal 338 tentang pembunuhan biasa menjadi dakwaan primer. Berarti Jaksa sependapat perkara ini pembunuhan,” terangnya.

Meski begitu, pihaknya sudah mengajukan gugatan perdata atas kasus ini. Ada komitmen saat mediasi, jika perkara sudah masuk dan diputus Majelis Hakim pasal 338 KUHPidana. Maka Polda Kaltara sebagai tergugat akan melakukan penyidikan ulang. Sekaligus mencari bukti baru, terkait Pasal 338 dan Pasal 340 KUHP.

Halaman:

Editor: izak-Indra Zakaria

Tags

Rekomendasi

Terkini

PLBN Sei Menggaris Segera Operasional

Sabtu, 20 April 2024 | 15:30 WIB

Pemkab Bulungan Beri Keringanan BPHTB

Sabtu, 20 April 2024 | 11:50 WIB

Di Bulungan, 400 Ha Lahan Ludes Terbakar

Sabtu, 20 April 2024 | 10:28 WIB

KMP Manta Rute KTT-Tarakan Kembali Beroperasi

Sabtu, 20 April 2024 | 10:01 WIB
X