TARAKAN - Rapat Koordinasi Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dihadiri seluruh instansi terkait se-Kaltara. Mulai dari tim Polda Kaltara, Kejaksaan maupun Bawaslu dan Badan Kesbangpol.
Sentra Gakkumdu mulai meningkatkan persiapan, menjelang pesta demokrasi serentak khususnya di Kaltara, tahun 2024 mendatang. Asisten Pidana Umum Kejati Kaltim Gede Made Swardana mengatakan, penyelenggaraan Pemilu yang bebas, jujur dan adil harus dapat diwujudkan. Untuk melindungi pemilih dan pihak yang mengikuti pesta demokrasi, dari segala intimidasi, penyuapan dan praktek curang. Terutama yang dapat memengaruhi hasil pemilihan.
“Pelaksanaan Pemilu harus mengutamakan penegakan hukum dalam penyelesaian pelanggaran atau kejahatan. Mendukung penyempurnaan penyelenggaraan Pemilu, diharapkan ada strategi dan langkah yang tepat. Dalam proses penegakan hukum, terutama tindak pidana Pemilu yang akan terjadi,” jelasnya, Senin (28/11).
Dalam Undang-Undang Pemilu, perbuatan yang dikategorikan tindak pidana Pemilu sudah disebutkan pada Pasal 488 hingga 554 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Keberadaan Sentra Gakkumdu sesuai Pasal 1 angka 38 Undang-Undang Pemilu, merupakan pusat dari penegakan hukum tindak pidana Pemilu.
Kewenangan yang dimiliki Sentra Gakkumdu melakukan penyelidikan, penuntutan dan eksekusi terhadap putusan pengadilan. Sejumlah potensi pelanggaran yang harus diwaspadai Sentra Gakkumdu. Diantaranya masih banyaknya ditemukan kampanye terselubung di media sosial (medsos), penyebaran berita bohong dan praktek identitas dengan isu SARA.
Kemudian praktek politik uang yang berpotensi mengganggu ketertiban, sehingga menjadikan persaingan tidak sehat. Meski sudah ada aturan tegas, namun pembuktian sangat sulit karena dilakukan terselubung, terorganisir dan sembunyi-sembunyi.
“Saling menutupi, melindungi dan membantah. Kalau kasus money politic ini perlu kesabaran dan kecerdasan dari tim Gakkumdu, untuk mengintip sejak awal supaya terungkap,” ungkapnya.
Hanya saja sanksi pidana menganut prinsip kumulasi, antara pidana penjara dan denda. Ia melihat perlu dilakukan reformulasi terhadap beberapa delik, sehingga ada kesesuaian subjek hukum dan ancaman pidana.
“Jadi bisa mempermudah proses penanganan perkara dan pelaksanaan putusan hakim. Nanti ke depan harus menjadi perhatian, terutama Sentra Gakkumdu yang berasal dari Kejaksaan,” tegasnya.
Selain itu, batasan waktu penanganan tindak pidana Pemilu yang singkat. Hanya 52 hari, menyebabkan limitasi waktu dan beberapa delik yang ancamannya di bawah 5 tahun tidak ditahan. Malah menjadi celah hukum, dimanfaatkan pelaku lari dari hukuman. “Proses yang diulur-ulur mengakibatkan tindak pidananya kedaluwarsa,” imbuhnya.
Pada kesempatan yang sama, menurut Ketua Bawaslu Kaltara Suryani, Sentra Gakkumdu memiliki konsentrasi pada dugaan pelanggaran pidana Pemilu. Diantaranya, pelanggaran administrasi, pelanggaran etik, pidana dan pelanggaran hukum lainnya. Khusus penanganan pelanggaran pidana diproses Sentra Gakkumdu, yang didalamnya ada unsur Kejaksaan, Bawaslu dan kepolisian.
“Berkaca dari pelaksanaan Pemilu sebelumnya, di Kaltara sangat aman. Tapi peran serta semua instansi dan institusi harus ada. Terutama dalam pelanggaran pidana. Berdasarkan evaluasi itu, kami yakini pelaksanaan Pemilu akan bersinergi dengan baik. Perkuat amanah Undang-Undang dan penegakan hukum dalam Pemilu,” singkatnya.(sas/uno)