TARAKAN - Dari hasil pengawasan Balai Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Tarakan, tercatat ada 24 sarana yang dilakukan pemeriksaan saat Natal hingga Tahun Baru 2023. Dari jumlah tersebut, ada 16 sarana yang tidak memenuhi ketentuan atau sebesar 67 persen.
“Sementara jumlah sarana yang menjual produk tak memenuhi ketentuan sebanyak 21 sarana. Terdiri dari produk olahan pangan yang rusak 2 sarana, produk kedaluwarsa 4 dan 15 sarana tanpa izin edar (TIE). Paling banyak produk yang ditemukan yakni produk TIE 71 persen. Peredaran pangan TIE di Kaltara ini masuk 5 besar se-Indonesia,” terang Kepala Balai POM Tarakan Harianto Baan, Rabu (11/1).
Produk olahan pangan TIE ini tercatat mengalami kenaikan dibanding tahun 2021 lalu, hanya 14 jumlah sarana yang tidak memenuhi ketentuan. Sementara ada 8 sarana saja yang memenuhi ketentuan. Dibanding tahun 2021 lalu, hanya ada 8 sarana yang tidak memenuhi ketentuan.
“Untuk pelaksanaan intensifikasi dilakukan di Tarakan pada tahun 2020. Di Tarakan dan Bulungan tahun 2021 dan tahun 2022 dilaksanakan di Tarakan, Bulungan, KTT dan Malinau,” sebutnya.
Tak hanya itu, total jenis temuan produk pangan olahan yang rusak 49, dengan 8 kedaluwarsa dan 452 jenis temuan TIE. Secara nilai ekonomi produk tersebut senilai Rp 207.268.140. “Nunukan merupakan wilayah tertinggi peredaran pangan TIE,” bebernya.
Banyaknya produk tanpa izin edar dikarenakan wilayah Kaltara berbatasan dengan negara Malaysia. Dari Malaysia produk tersebut masuk ke Kaltara. Bahkan ia mengakui, dukungan pemerintah terhadap komitmen barang ilegal yang masuk ke Kaltara sangat kurang. “Ini menjadi catatan buat kita, untuk bisa memerangi atau mengurangi peredaran pangan TIE di Kaltara,” tegasnya.
Ia menegaskan, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan seluruh produk yang beredar atau dibuat di dalam dan di luar negeri, pelaku usaha harus memiliki izin edar. Bahkan di pasal 142 dikenakan sanksi pidana selama 2 tahun penjara dan denda maksimal Rp 4 miliar. (sas/uno)