TARAKAN - Puluhan umat Hindu nampak khidmat melaksanakan ibadah Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1945 di Pura Agung Giri Jagat Nata, Selasa (22/3) malam.
Tahun ini, umat Hindu seluruh Indonesia berharap bisa bersama-sama mewujudkan demokrasi dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Kota Tarakan Namatian I Nengah Pariana mengatakan, secara nasional Hari Raya Nyepi tahun ini lebih bisa mewujudkan demokrasi dalam Pemilu.
Maknanya, mengekang nafsu, dengan harapan di Tahun Baru Saka 1945 bisa lebih rukun, bersatu secara kekeluargaan.
“Kami sedikit, tapi bukan berarti tidak ada. Sama seperti yang lain, mudahan lebih terpupuk sama semua dan toleransi dengan agama lain. Mendapat hak sama dengan agama lain. Bisa tetap menjaga kerukunan dan meningkatkan hubungan kami dengan sesama agama lain,” harapnya.
Ia menjelaskan, ibadah Hari Raya Nyepi kali ini kebanyakan umat keluar daerah. Dari sekitar 150 umat Hindu di Tarakan, hanya sekitar 50 yang hadir. Umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian, salah satu perayaan Hari Raya Nyepi dan empat pantangan. Empat pantangan meliputi amati karya, amati geni, amati lelungan dan amati lelanguan.
“Rangkaian Hari Raya Nyepi sudah dimulai sejak Minggu dengan upacara Melasti di Pantai Amal. Kegiatan Melasti, merupakan pensucian pembersihan simbl-simbol Tuhan ada di pura,” tuturnya.
Pensucian ke sumber mata air, karena tak ada sumber mata air. Sehingga dilaksanakan di Pantai Amal. Selanjutnya, kegiatan ibadah berlanjut di pura dan para ibu-ibu membuat sesajen serta bapak-bapak menyiapkan segala peralatannya yang dibutuhkan. Untuk kegiatan pada malam, inti kegiatan Nyepi yaitu pembersihan alam.
Rangkaian ibadah di pura dimulai dari pembersihan alam atau Caru Tawur Agung Kesangen. Sehari sebelum Hari Raya Nyepi, dilakukan Mecangu, membersihkan alam dimulai pukul 17.00 Wita. Sarana digunakan beberapa persembahan hewan, ada lima ekor ayam dengan simbol mata angin.
“Kami yakin alam dijaga oleh makhluk di semua penjuru mata angin. Baik itu utara, timur, selatan, barat serta tengah. Sore hari dilaksanakan Mecaru intinya pensucian alam,” ujarnya.
Pensucian diri dilakukan karena dipercaya semua yang hidup pasti ada baik dan buruk, sehingga perlu diperbaiki. Rangkaian selanjutnya persembahyangan bersama. Dengan memohon agar semua kegiatan, makhluk termasuk manusia mendapatkan kebahagiaan dan keharmonisan hidup.
Adapun pakaian yang digunakan rerata menggunakan baju berwarna putih. Simbolkan kesucian, mengharapkan kesucian pada umat Hindu saat menghadap ke Tuhan Yang Maha Kuasa. Kemudian ada beras bernama bije sebagai simbol kemakmuran.
Adapun juga Kalua, kegiatan memercikkan air suci yang digunakan. Dipercikkannya air suci didoakan selalu memiliki pikiran yang baik, bukan pikiran kotor. Sebelum memulai kehidupan besok, ada pembersihan diri dan akan ada Catur Brata Penyepian.
Catur artinya empat, Brata merupakan ketahanan tubuh. Catur Brata diartikan empat pantangan untuk membuat umat manusia tetap kuat. Adapun pantangannya pertama, tidak boleh menyalakan api atau disebut amati geni.
“Tidak bisa menyalakan api secara fisik, tetapi dimaknakan bagaimana sifat amarah tidak meletup-letup. Itu yang dikekang dan dengan puasa kita tidak marah,” imbuhnya.
Kemudian pantangan berikutnya, amati lelungan, tidak boleh bepergian. Satu hari introspeksi diri, melakukan kegiatan, mana baik dan tidak baik. Pantangan ketiga, amati karya, tidak bekerja di rumah. Hanya berdiam diri tidak melakukan pekerjaan.
Sementara, amati lelanguan, tidak boleh menghidupkan hiburan karena merupakan pengekangan emosi. “Intinya berpuasa, sehari tidak boleh mengikuti hawa nafsu, penyucian diri masing-masing,” ujarnya.
Momen pembersihan diri untuk menyambut lembaran baru (Nyepi) juga dilaksanakan umat Hindu di Kabupaten Bulungan. Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kaltara Ida Bagus Sidharahardja mengatakan, peringatan Hari Raya Nyepi pada tahun ini ada perbedaan dibanding tahun sebelumnya.
“Nyepi tahun ini lebih banyak umat yang datang di pura. Kalau tahun sebelumnya ada PPKM. Berbeda sekarang ini sudah kembali normal,” terangnya.
Pada Minggu (19/3) lalu, umat Hindu melakukan Melasti di Sungai Kayan untuk mengambil air suci. Bermakna membersihkan kotoran yang ada di dalam diri (Mala). Tidak hanya itu, juga melakukan doa bersama agar tidak terjadi bencana, wabah hingga penyakit yang menghampiri.
Bagus juga mengatakan, umat Hindu hingga kini belum melaksanakan pawai ogoh-ogoh. “Kita sudah melakukan ritual itu. Tujuannya untuk menghilangkan hal-hal negatif pengaruh jahat di alam ini,” ujarnya.
Ritual ogoh-ogoh dengan dibakar atau musnahkan. Proses patung ogoh-ogoh diarak keliling dengan bunyi-bunyian lalu dibakar. (sas/*/ika/uno)