TARAKAN - Warga Tarakan mengeluhkan naiknya harga cabai sejak pekan lalu, di angka Rp 100 ribu per kg dan saat ini sekitar Rp 130 ribu per kg.
Salah seorang Ibu Rumah Tangga (IRT), Nuriani mengatakan, harga cabai di Tarakan semakin naik. Padahal pekan lalu harga cabai rawit masih Rp 100 ribu per kg. Namun saat ini sudah Rp 130 ribu per kg.
“Ngeri sekali naiknya harga cabai sekarang. Kami yang biasanya beli setengah kg terpaksa harus keluarkan uang lebih. Kadang disiasati beli cuma Rp 50 ribu. Itu kan engga sampai setengah kg. Saya harap pemerintah bisa kondisikan harga cabai. Apalagi mau akhir tahun,” keluhnya, Minggu (19/11).
Sementara itu, pedagang sembako Jumiati mengakui, kenaikan harga ini terjadi di seluruh pasar di Tarakan. Harga cabai Rp 130 ribu per kg baru saja ia terapkan. Ia yang membeli cabai dari Sulawesi ini mengakui, harga dari distributor sedang tinggi. Alasannya karena persediaan cabai yang kurang akibat cuaca hujan.
“Kami mau tidak mau sesuaikan dengan harga yang kami beli. Karena memang di Sulawesi juga mahal. Belum lagi ongkos kirim sama bongkar muat. Kalau kami beli dari kebun di Tarakan stoknya sedikit,” singkatnya.
Koordinator Pasar Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Perdagangan (DKUMP) Tarakan Firman menyebutkan, harga cabai besar di Rp 80 ribu per kg, cabai tiung Rp 100 ribu per kg, cabai keriting Rp 80 ribu per kg, cabai rawit ijo Rp 120 ribu per kg dan cabai ijo besar Rp 60 ribu per kg.
“Mahal karena dari daerah pemasok sudah dapat harga segitu,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, naiknya harga cabai ini salah satunya dipengaruhi kondisi cuaca di daerah pemasok. Mengakibatkan pasokan ke Tarakan yang kurang, sehingga harga juga melonjak. Tak hanya itu, naiknya harga cabai ini dipengaruhi oleh momen Natal dan Tahun Baru (Nataru). Adapun kondisinya di Tarakan, pedagang lokal mendatangkan sendiri cabai dari daerah pemasok yang berada di Sulawesi seperti Palu dan Toli-toli hingga 500 kilogram.
“Pernah saya tanyakan itu ke pedagang. Kalau kami hanya sebatas cek harga saja. Untuk kebutuhan biasanya pedagang pasar yang datangkan langsung dari daerah pemasok,” ujarnya.
Adapun kondisi ini diperkirakan masih akan berlangsung hingga akhir tahun 2024. Namun, melihat kembali pasokan dari daerah pemasok. “Kalau dari daerah pemasok over bisa turun harganya. Tapi kalau kurang panen di sana, ya pasti harga masih mahal,” tegasnya. (sas/uno)