TANJUNG SELOR – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Utara sedang dalam kondisi dilematis, soal masih butuhnya tambahan pegawai dan batas baru anggaran belanja pegawai yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kaltara Andi Amriampa mengungkapkan, Pemprov Kaltara masih memiliki banyak kebutuhan pegawai berdasarkan dokumen analisis jabatan (Anjab) dan analisis beban kerja (ABK).
Dari sisi Anjab masih banyak kebutuhan, sekitar 7.000 pegawai. Namun, saat ini baru sekitar 4.800 pegawai. Berarti masih kurang sekitar 2 ribu lebih.
Pengadaan pegawai baru disebut terganjal masalah kemampuan fiskal Pemprov Kaltara. “Pemerintah Pusat melalui Kementerian Keuangan saat ini menentukan batas maksimal belanja pegawai di pemerintah daerah. Maksimal 30 persen dari postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),” tuturnya, belum lama ini.
Yang jadi masalah sekarang kemampuan fiskal, karena ada ketentuan belanja pegawai 30 persen. Persoalan tersebut berdampak pada penyusunan formasi jabatan pada penerimaan CASN Tahun Anggaran 2024.
“Persoalan tersendiri lagi ketika kami diminta menyusun formasi jabatan penerimaan untuk 2024,” imbuhnya.
Secara teknis, Pemprov Kaltara sebenarnya sudah melakukan moratorium penerimaan pegawai dari luar instansi pemerintahan lainnya. Kebijakan tersebut disebut akan dirumuskan kembali untuk menjadi solusi pos kekurangan pegawai.
Dia pun tidak menampik, jika ada sejumlah ASN Pemprov Kaltara angkatan pertama tahun 2015 yang tidak menuntaskan masa kontrak kerja mereka selama 15 tahun. Berdasarkan laporan yang dia terima, disetujuinya permohonan perpindahan ini karena adanya pengecualian karena faktor diskresi. Utamanya diberlakukan bagi ASN yang berstatus istri TNI dan Polri.
“Memang ada surat kontrak awal CPNS dengan kepala daerah, tapi ada beberapa kasus diskresi. Misalnya ikut suami yang TNI atau Polri, itu bisa diberikan diskresi,” kata Andi Amriampa.
Namun demikian, keputusan akhir ada di tangan kepala daerah selaku Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). “Semua tetap tergantung kebijakan pimpinan. Artinya, kalau disetujui, berarti alasan diskresinya diterima,” jelasnya. (uno2)